Jumat 11 Jan 2019 20:15 WIB

GP Ansor Sebut Gerakan Radikal Susupi ASN Hingga BUMN

GP Ansor minta Jokowi tertibkan pegawai negeri yang terlibat gerakan radikal.

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Teguh Firmansyah
Presiden Joko Widodo menghadiri pertemuan dengan Pimpinan Pusat dan Ketua Pimpinan Wilayah Gerakan Pemuda (GP) Ansor se-Indonesia di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (11/1/2019).
Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Presiden Joko Widodo menghadiri pertemuan dengan Pimpinan Pusat dan Ketua Pimpinan Wilayah Gerakan Pemuda (GP) Ansor se-Indonesia di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (11/1/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gerakan Pemuda (GP) Ansor mendesak Presiden Jokowi untuk 'menertibkan' Aparatur Sipil Negara (ASN) yang terlibat dalam gerakan radikal.

Ketua Umum Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor Yaqut Cholil Qoumas menyebut adanya indikasi gerakan radikal yang menyusup di kalangan ASN hingga pejabat Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Yaqut meminta Jokowi segera menerbitkan aturan yang bisa menjadi dasar untuk menindak oknum ASN yang terlibat gerakan radikal.

"Kami paham pemerintah terbentur dengan UU tak bisa main pecat ASN yang terlibat dalam gerakan khilafah itu. Memutasi pun ada aturannya. Kami minta Presiden setelah kontestasi politik selesai, segara menindak orang-orang ini yang sekarang ada di institusi pemerintah," ujar Yaqut usai bertemu Presiden di Istana Merdeka, Jumat (11/1).

Baca juga, Temui Jokowi, GP Ansor: Kami Resah dengan Kelompok Radikal.

GP Ansor, jelas Yaqut, sejalan dengan pemerintah untuk melawan kelompok-kelompok radikal. Meski begitu ia menolak anggapan bahwa pihaknya secara gamblang mendukung Presiden Jokowi untuk melanjutkan kepemimpinan di periode selanjutnya.

Ia mengingatkan bahwa GP Ansor secara institusi tidak boleh terjun dalam politik praktis, mengacu pada khittah NU 1926. "Namun sebagai individu kita bebas dan merdeka. Kita sudah sepakat juga, bahwa kita akan dukung calon terbaik. Ya sampai hari ini kami baru ketemu Pak Jokowi," jelas Yaqut.

GP Ansor merinci, dua daerah yang paling banyak disusupi gerakan radikal adalah Jawa Barat dan Riau. Khusus Riau, GP Ansor mengacu pada insiden penyerangan Mapolda Riau pada Mei 2018 lalu. Yaqut mensinyalir, penyebaran ajaran radikal juga berasal dari negara-negara tetangga seperti Malaysia.

"Pelaku penyerangan ke Mapolda Riau itu dari Bengkalis. Ada beberapa daerah pesisir yang dijadikan mereka sebagai tempat konsentrasi pergerakan kelompok radikal," katanya.

Mengutip berita tahun lalu, salah satu terduga teroris yang melakukan penyerangan terhadap Markas Polda Riau, MR (48 tahun) alias Pak Ngah, ternyata merupakan pimpinan kelompok teroris yang ada di Dumai, Riau. Polisi juga mengamankan delapan orang yang diduga terlibat dalam jaringan teroris di Dumai.

Sejumlah barang bukti yang diperoleh dalam penangkapan kedelapan orang tersebut adalah senapan angin, buku-buku petunjuk tentang jihad, buku berbahasa arab serta indonesia, senjata tajam, dan berbagai macam buku lainnya. Polisi juga menemukan busur dan anak panah, serta sasaran targetnya yang terbuat dari kayu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement