Kamis 10 Jan 2019 19:39 WIB

BPN: Ada Framing Seolah Kami Kubu Penyebar Hoaks

Kasus hoaks terakhir adalah soal surat suara pemilu yang sudah tercoblos.

Waspada Pembocoran Data Pribadi. Anggota BPN Prabowo-Sandi, Habiburokhman (kedua kiri) menjadi nara sumber saat diskusi Ngobrolin Pemilu Indonesia di KPU, Jakarta, Kamis (10/1/2019).
Foto: Republika/ Wihdan
Waspada Pembocoran Data Pribadi. Anggota BPN Prabowo-Sandi, Habiburokhman (kedua kiri) menjadi nara sumber saat diskusi Ngobrolin Pemilu Indonesia di KPU, Jakarta, Kamis (10/1/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Habiburokhman, merasa pihaknya selalu menjadi korban dalam isu hoaks yang berkembang di tengah masyarakat. Kasus hoaks terakhir adalah soal tujuh kontainer surat suara pemilu yang sudah tercoblos.

"Ada framing seolah kami kubu penyebar hoaks," ujar Habiburokhman, Kamis (10/1).

Habiburokhman menyampaikan, pihaknya sering dikait-kaitkan dengan hoaks yang belakangan terjadi. Meskipun, secara hukum tidak pernah terbukti, framing dengan mengait-ngaitkan itu sudah merugikan pihaknya.

"Hoaks ini berkembang menjadi sebuah alat perang dalam konteks psikologi media sosial. Yang jelas kami selalu menjadi korban, dan juga tentu masyarakat Indonesia. Kami sering dikaitkan dengan hoaks ini itu," ujar Habiburokhman.

Ia mencontohkan kasus Saracen, seseorang ibu bernama Asma Dewi ditangkap, dan dituding sebagai Bendahara Saracen. Namun, kasus Saracen pada akhirnya tidak muncul dalam surat dakwaan.

Dalam kasus Ratna Sarumpaet, Habiburokhman menekankan pihaknya tidak pernah mengetahui seorang ibu bermuka lebam sebagai dampak dari proses operasi yang dilalukannya. "Kami mana ngerti? Kemudian digiring segala macam bahwa ini kaitan dengan BPN dan seterusnya. Nyatanya kepolisian profesional, framing itu tidak terbukti. Namun, kami sudah dirugikan," jelas Habiburokhman.

Kasus teranyar soal hoaks tujuh kontainer surat suara tercoblos. Habiburokhman mengatakan, bahwa Andi Arief adalah korban dari peristiwa itu, sama halnya dengan masyarakat atau pihak lain yang juga menerima informasi itu.

"Apakah kejahatan jika kita mendapat informasi seperti itu di WA grup, kemudian mempertanyakannya," ujar Habiburokhman.

Salah seorang pelaku penyebar hoaks tujuh kontainer surat suara, kata dia, dikabarkan berasal dari Kornas Prabowo. Namun, dia menegaskan sebelum pilpres, Gerindra secara internal telah menertibkan seluruh organisasi yang membawa nama Prabowo sebagai antisipasi agar tidak disalahgunakan dalam pemilu.

"Bahkan, ada yang namanya Garda Prabowo, kami tertibkan kemudian berubah nama menjadi Garda Perubahan. Jadi, saya menilai ada framing untuk judge kami sebagai kubu penyebar hoaks," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement