Kamis 10 Jan 2019 07:32 WIB

Nurhadi-Aldo, Pengamat: Ada Kritik, Kejenuhan dan Hiburan

Kehadiran Nuhardi-Aldo menurunkan tensi ketegangan Pilpres 2019.

Rep: Afrizal Rosikhul Ilmi/ Red: Teguh Firmansyah
Salah satu meme pasangan calon presiden fiktif Nurhadi-Aldo
Foto:

Selain itu, kata dia, hoaks yang muncul untuk saling menjatuhkan membuat atmosfir politik kian memanas dan menegangkan. Sebab itu, kata dia, Dildo muncul sebagai ekspresi atas kejenuhan masyarakat terhadap kondisi tersebut.

"Di sisi lain, fenomena tersebut bisa menjadi pelipur lara dan bisa mengendurkan ketegangan politik," tutur dia.

Sementara itu, Ahmad Budi Setiawan seorang sarajana sosial dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang juga turut memberikan dukungannya untuk Dildo mengaku jengah dengan suasana politik yang kian memanas. Sebab itu dia sempat membuat poster dukungannya dengan background seperti yang digunakan Dildo.

"Ikut menghibur dan mencairkan suasana politik yang kurang mendidik," kata Budi kepada Republika.co.id pada Rabu (9/1).

Menurutnya, Dildo merupakan media untuk mencairkan suasana, sebab tagline yang digunakan kerap mengundang tawa dan hanya untuk lelucon semata. Dia menambahkan, masyarakat dengan sendirinya beramai-ramai menyuarakan Dildo sebab mereka membutuhkan lelucon.

"Perpolitikan yang asli pun menurut saya adalah guyonan belaka, namun beberapa orang menganggap itu terlalu serius sehingga menyebabkan perpecahan," jelas Budi.

Namun, Budi mengaku, kekecewaannya bukan pada pribadi Capres maupun Cawapres. Sebab, kata dia, kegaduhan yang terjadi disebabkan oleh strategi yang dibuat oleh tim pemenangan, bukan Paslon. Selain itu, Budi pun menolak Golput. "Akun Dildo sendiri juga melarang untuk Golput, 'Coblos nomor 10 jangan Golput'," kata Budi berusaha mengingat redaksi yang disampaikan Dildo.

Di lain pihak, Dimas Choirul sarjana Ekonomi Syariah Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang mengetahui Dildo lewat kampanye yang dilakukan akun tersebut melalui media sosial Instagram dan Twitter. Selain itu, dia pun mengaku bosan dengan isu politik yang kerap muncul di media massa. Menurutnya, sampai hari ini pun tim koalisi dari kedua kubu tidak mampu mengangkat isu-isu yang substansial.

"Koalisi partai politik dari masing-masing kubu masih memainkan isu-isu politik identitas, SARA, adu hoaks dan lain-lain," kata Dimas saat dihubungi, Rabu (9/1).

Dia menambahkan, Dildo hadir di tengah hiruk-pikuk panggung politik yang kian hari semakin tidak nyentrik. Bahkan, kata dia, nalar kritis opisisi saat menyerang petahana pun kurang menunjukkan taringnya, "kurang greget," kata dia.

Sementara, lanjut Dimas, Dildo secara berani membuat narasi-narasi kritis yang dibungkus dengan guyonan atau banyolan. Menurutnya, satir politik yang disampaikan Dildo melalui Twitter maupun Instagram dirasa konkret dan relevan dengan kebutuhan bangsa Indonesia saat ini dan yang akan datang.

Dimas mengaku, meskipun kecewa dengan Paslon resmi, dia akan tetap memilih pada Pilpres 2019 nanti. "Kita pilih yang lebih kecil mudharatnya, mungkin lebih baik memilih dari pada tidak, meskipun kecewa terhadap kedua calon," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement