Kamis 10 Jan 2019 07:32 WIB

Nurhadi-Aldo, Pengamat: Ada Kritik, Kejenuhan dan Hiburan

Kehadiran Nuhardi-Aldo menurunkan tensi ketegangan Pilpres 2019.

Rep: Afrizal Rosikhul Ilmi/ Red: Teguh Firmansyah
Salah satu meme pasangan calon presiden fiktif Nurhadi-Aldo
Foto: instagram
Salah satu meme pasangan calon presiden fiktif Nurhadi-Aldo

REPUBLIKA.CO.ID, REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nurhadi-Aldo digadang-gadang sebagai pasangan calon presiden dan wakil presiden jalur prestasi yang didukung oleh Koalisi Indonesia Tronjal Tronjol Maha Asyik mendapatkan nomor urut 10. Mereka diusung oleh Partai Untuk Kebutuhan Iman yang disingkat PUKI.

Meski hanya diusung oleh satu partai, kekuatan pasangan calon Nurhadi-Aldo atau disingkat Dildo tidak perlu diragukan lagi. Pasalnya sejak kemunculannya yang belum genap satu bulan, Dildo mendapat respons baik dari publik yang jengah dengan keributan Pilpres 2019.

Namun, Tim Kampanye Nasional Koalisi Indonesia Kerja (TKN KIK) Joko Widodo-Ma'ruf Amin maupun Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi tidak perlu gusar dengan kehadiran Dildo, sebab pasangan Dildo hanyalah fiktif dan tidak secara resmi terdaftar dalam bursa calon pada Pemilu 2019 nanti.

Nurhadi merupakan seorang tukang pijat yang dibranding dengan kemasan seperti para pejabat pada umumnya, saat hendak mencalonkan diri baik sebagai legislatif maupun eksekutif.

Pengamat politik Pangi Syarwi Chaniago melihat fenomena ini sebagai gejala kegelisahan publik yang tidak puas dengan kedua pasangan Capres-Cawapres yang resmi terdaftar pada Komisi Pemilihan Umum (KPU). Pangi menilai publik, khususnya generasi milenial melihat Dildo lebih ideal sebab dirasa lebih asli (genuine) dari pada para calon yang memakai topeng.

"Generasi milenial boleh jadi sudah jenuh dengan Capres dan Cawapres selama ini, karena membuat masyarakat kita semakin terbelah," kata Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting ini kepada Republika.co.id, Rabu (9/1).

Baca juga, KPU Tanggapi Kemunculan Capres-Cawapres Nurhadi-Aldo.

Menurut Pangi, Dildo bisa menjadi alternatif walaupun hanya untuk sekedar lucu-lucuan. Selain itu, kata dia, Dildo dapat menurunkan tensi dari ketegangan yang terjadi akibat berbeda pilihan antara nomor urut 01 atau 02.

"Ini sebetulnya bagus untuk memberikan pencerdasan politik agar jangan terlalu serius. Boleh jadi pesannya jangan sampai karena Pilpres semakin tajam pembelahan dan gesekan antara dua kubu pendukung basis masa di akar rumput," kata dia.

Pangi mengatakan jangan sampai gara-gara Pilpres membuat anak dan bapak tidak bertegur sapa, apalagi bertengkar dan berujung saling bunuh. Pangi keberatan jika Pilpres justru membuat bangsa terpecah belah.

Menurutnya, generasi milenial memiliki banyak pesan yang ingin disampaikan, salah satunya agar Pilpres 2019 tidak terlalu tegang akibat fanatisme terhadap salah satu calon.

"Generasi milenial tidak mau terjadi chaos akibat fanatik all out, membabi buta, dan politik kultus dalam mendukung salah satu Capres. Jadi dibawa dengan suasana lebih cair sehingga bisa meminimalisir terjadi perpecahan dua kubu," tutur dia.

Senada dengan itu, Direktur Eksekutif Indonesian Public Institute (IPI) Karoyono Wibowo berpendapat  fenomena munculnya Capres fiktif ini merupakan bentuk kritik sosial dari situasi dan kondisi menjelang Pilpres 2019.

"Selama kurang lebih tiga bulan masa kampanye, ruang publik dijejali ujaran kebencian dan narasi sarkastik serta perilaku elite politik dan para pendukung yang menampilkan wajah antagonistik," kata Karyono saat dihubungi, RAbu (9/1).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement