REPUBLIKA.CO.ID,sebelumnya. JAKARTA -- Pemerintah RI diharapkan dapat meniru pengelolaan transportasi megapolitan di Singapura yang berada di bawah komando pemimpin negaranya. Direktur Eksekutif Masyarakat Transportasi Indonesia, Deddy Herlambang mengatakan, pada era SBY sempat dicanangkan adanya otoritas khusus mengatur transportasi Jabodetabek di bawah komando pemimpin negara seperti di Singapura.
"Konsep di awal ada otoritas khusus seperti di Singapura, dia punya otoritas khusus, di bawahnya dia mengurus MRT, taksi, BRT itu satu komando yang otomatis di bawah perdana menteri langsung, sama seperti Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) di Indonesia," katanya, Rabu (9/1).
Jika BPTJ berada di bawah komando Presiden, menurutnya BPTJ bisa mengatur integrasi perusahaan penyedia transportasi seperti PT KCI, Transjakarta, Railink, LRT dan MRT. "Sekarang kan tidak, kalau LRT pake APBD DKI, Transjakarta juga. Lalu yang APBN ada commuter line (KCI), jadi ini tidak sinkron," ujarnya.
Jika BPTJ dikomandoi oleh Jokowi, BPTJ dapat sekaligus mengatur transportasi di wilayah penyangga Jakarta. Saat ini, kata dia, BPTJ sudah membuat Rancangan Induk Transportasi Jabodetabek (RITJ) namun cenderung tidak diindahkan oleh pemangku kebijakan di wilayah sekitar Jakarta.
"Sepertinya para pemangku kebijakan lokal atau daerah tidak melihat RITJ itu sebagai masterplan untuk Jabodetabek. Jadi mereka hanya bersandar hanya pada kepentingan lokal sendiri-sendiri dan juga untuk kepentingan operator masing-masing," ucapnya.
Dari segi pembayaran, jika pengelolaan transportasi disenggalarakan secara terpusat, ia menilai bahwa penumpang akan lebih mudah berpindah dari satu transportasi ke transportasi lainnya tanpa harus menggunakan metode pembayaran dan kartu yang berbeda-beda.