Selasa 08 Jan 2019 17:58 WIB

Terjebak Utang Online, Nasabah Dikirimi Pesan Porno

Vloan dinilai sebagai fintech ilegal karena tak memiliki izin dari OJK.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Teguh Firmansyah
Penagih utang/debt collector (Ilustrasi)
Penagih utang/debt collector (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Direktorat Tindak Pidana Siber Badan Reserse Kriminal (Dittipidsiber Bareskrim) Polri menangkap empat penagih utang perusahaan penyedia jasa layanan peminjaman uang secara daring (online). Mereka ditangkap lantaran diduga menagih utang nasabah dengan mengirimkan pesan berbau pelecehan seksual.

Para pelaku yang dibekuk ialah Indra Sucipto (31), Panji Joliandri (26) alias Kevin Yuniar, Ronny Sanjaya (27), dan Wahyu Wijaya alias Ismed Chaniago (22). Keempatnya bekerjad di PT Vcard Technology Indonesia (Vloan).

Kepala Subdirektorat II Dittipid Siber Bareskrim Polri Kombes Rickynaldo mengatakan, empat tersangka itu ditangkap di sejumlah lokasi berbeda pada 29 November 2018 hingga 10 Desember 2018 lalu.

"Indra ditangkap pada 29 November di Jakarta Pusat, Panji ditangkap 3 Desember di Depok, Roni ditangkap 6 Desember di Jakarta Barat, dan Wahyu ditangkap 10 Desember di Jakarta Barat,” kata Dedi, Selasa (8/1).

Rickynaldo menjelaskan, empat tersangka mengirimkan pesan berbau pelecehan seksual kepada nasabah yang tak kunjung membayar utang lebih dari 30 hari dari tanggal jatuh tempo. "Dia juga mengunggah pornografi, untuk mengancam nasabah yang tidak bayar," ujar dia.

Menurut Rickynaldo, tersangka akan mengundang nasabah atau keluarga dan temannya ke dalam sebuah grup di aplikasi percakapan Whatsapp kemudian mengirimkan pesan berbau pelecehan seksual tersebut.

Dedi menyampaikan, upaya itu dilakukan tersangka agar nasabah yang belum membayar utang tersebut merasa cemas dan khawatir sehingga langsung membayar tagihan pinjaman. “Debt collector akan menyampaikan pesan berbau pornografi atau sexual harassment kepada korban yang sudah tergabung dalam grup yang dibuat,” kata Rickynaldo.

Empat tersangka dijerat dengan Pasal 40, Pasal 29 juncto Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, Pasal 45 ayat (1) dan (3) juncto Pasal 27 ayat (1) dan (3) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), kemudian Pasal 369 KUHP dan atau Pasal 3, 4,  serta 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Vloan merupakan aplikasi yang memiliki server di daerah Zheijang, Cina dengan hosting server di Arizona dan New York, Amerika Serikat. Vloan, lanjutnya, memiliki nama lain yaitu Supercash, Rupiah Cash, Super Dana, Pinjaman Plus, Super dompet, dan Super Pinjaman.

Baca juga, BI akan Wajibkan Fintech Miliki Rekening Bank.

Ketua Satgas Waspada Investasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Tomang L. Tobing menyatakan, Vloan tidak terdaftar di OJK. "Kegiatannya tidak memiliki izin," kata dia.

Kasus ini, menurut Tobing merupakan kasus pertama kegiatan penagihan dilakukan dengan cara asusila. Tobing pun meminta pelaku Fintech lainnya agar belajar dari kasus penegakan hukum ini. Bila fintech lain melakukan kegiatan serupa, Tobing menegaskan, pihaknya berkoordinasi dengan polisi pun akan melakukan tindakan tegas.

Kepala Subdirektirat Penyidikan Kementerian Komunikasi dan Informasi Teguh Arifiyadi menyatakan, pihaknya telah memblokir Vloan, atas pernyataan dari OJK bahwa Vloan adalah fintech illegal.  Sejauh ini, Kominfo sudah memblokir 527 web dan aplikasi fintech ilegal berdasarkan informasi OJK. "Cyber patrol kita verifikasi ke OJK, setiap ada permohonan Kominfo mendukung penuh untuk melakukan blokir," ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement