Selasa 08 Jan 2019 16:35 WIB

Komnas Perempuan Kritik Pemberitaan soal Prostitusi Artis

Komnas Perempuan meminta polisi berhenti mengekspos penyelidikan ke publik

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur Irjen Pol. Luki Hermawan menggelar konferensi pers terkait pengungkapan prostitusi online yang melibatkan artis
Foto: Republika/Dadang Kurnia
Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur Irjen Pol. Luki Hermawan menggelar konferensi pers terkait pengungkapan prostitusi online yang melibatkan artis

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional (Komnas) Perempuan mengaku mendapatkan berbagai pengaduan dari masyarakat tentang maraknya pemberitaan prostitusi daring yang melibatkan artis. Protes itu menyangkut pemberitaan yang terjadi sangat sewenang-wenang dan tidak mempertimbangkan pihak perempuan yang terduga sebagai korban beserta keluarganya. 

Komisioner Komnas HAM Mariana Amiruddin menuturkan, selain nama dan wajah, juga disebutkan keluarga mereka. Komnas tersebut telah melakukan analisa pada sejumlah media yang telah melanggar kode etik jurnalisme dan pemuatan berita yang sengaja mengeksploitasi seseorang secara seksual, terutama korban.

Baca Juga

"Dalam analisa media ini, masih banyak media yang saat memberitakan kasus kekerasan terhadap perempuan, utamanya kasus kekerasan seksual, tidak berpihak pada korban," kata dia dalam keterangan pers, Selasa (8/1).

Komnas Perempuan, papar Mariana, menyayangkan ekspos yang berlebihan pada perempuan sebagai korban prostitusi daring, sehingga besarnya pemberitaan melebihi proses pengungkapan kasus yang baru berjalan. Menurutnya, pemberitaan media sering mengeksploitasi korban, membuka akses informasi korban kepada publik, sampai pemilihan judul yang membuat masyarakat berpikir korban 'pantas' menjadi korban kekerasan dan pantas dihakimi.

Karena itu, Mariana mengatakan, Komnas Perempuan meminta agar penegak hukum berhenti mengekspos secara publik penyelidikan prostitusi daring yang dilakukan. Kedua, meminta pihak media tidak mengeksploitasi perempuan yang dilacurkan, termasuk dalam hal ini artis yang diduga terlibat dalam prostitusi daring.

Ketiga, agar media menghentikan pemberitaan yang bernuansa misoginis dan cenderung menyalahkan perempuan. Keempat, agar masyarakat tidak menghakimi secara membabi buta kepada perempuan korban ekspoitasi industri hiburan.

Semua pihak, lanjut Mariana, juga harus kritis dan mencari akar persoalan. Kasus prostitusi daring ini hendaknya dilihat sebagai jeratan kekerasan seksual di mana banyak perempuan ditipu, diperjualbelikan, dan tidak sesederhana pandangan masyarakat bahwa prostitusi adalah kehendak bebas perempuan yang menjadi "pekerja seks" sehingga mereka rentan dipidana atau dikriminalisasi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement