Senin 07 Jan 2019 08:56 WIB

Babak Baru BPJS Kesehatan Vs Rumah Sakit

Pelayanan pasien BPJS tetap diberikan di tengah konflik keuangan yang terjadi.

Rep: Dadang Kurnia, Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Elba Damhuri
BPJS Kesehatan.
Foto: ANTARA FOTO
BPJS Kesehatan.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA – Sejumlah rumah sakit yang sempat diumumkan tak bisa melayani pasien Badan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan akhirnya dilanjutkan kontraknya. Meski begitu, ada rumah sakit yang mengungkapkan bahwa mereka tak tahu-menahu soal pemutusan kontrak sebelumnya.

"Kami kaget karena tahunya dari media. Karena dari BPJS sendiri belum menyampaikan ke kami baik lisan maupun tertulis. Kami kemudian mengonfirmasi BPJS Surabaya dan mereka menyampaikan RS di Surabaya tidak ada masalah semua bisa diperpanjang," kata Humas Rumah Sakit Husada Utama (RSHU) Surabaya, Yani Dwi Hirmawati, Ahad (6/1).

Yani mengatakan, pelayanan untuk pasien BPJS akan tetap diberikan karena memang tidak ada imbauan yang disampaikan secara lisan maupun tertulis dari BPJS terkait masalah tersebut. Menurut dia, masa berlaku akreditasi RSHU telah habis pada 28 Oktober 2018 lalu. Namun, sebelum masa akreditasi habis, pihak RSHU telah mengajukan reakreditasi pada 1 Oktober.

Sehingga kemudian ditindaklanjuti tim kredensial pada 20 Desember untuk menyurvei pelayanan di RSHU. "Dalam pertemuan tim kredensial yang beranggotakan dinas kesehatan kota dan provinsi, pihak BPJS Kesehatan, dan Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Jatim, menyatakan bahwa RSHU masih layak mendapatkan rekomendasi untuk melayani pasien BPJS," kata dia.

Yani memaparkan, kapasitas pelayanan rawat inap di RSHU berjumlah 212 pasien. Namun, jika ada pasien BPJS Kesehatan, berapa pun bisa dilayani sesuai kelasnya. "Tapi karena ada sistem rujukan online, sekarang tidak semudah seperti sebelumnya. Sehingga pasien BPJS di RSHU yang bertipe B menurun pasiennya," kata dia.

Sebelumnya, Deputi BPJS Kesehatan Jatim Handaryo mengatakan, 11 rumah sakit di Jawa Timur terancam mengalami putus perjanjian kerja sama (PKS) terkait belum terpenuhinya akreditasi. Beberapa rumah sakit di daerah lain seperti Indramayu, Bekasi, dan Bogor bahkan sudah sempat berhenti melakukan pelayanan dengan alasan serupa.

Pada Jumat (4/12) lalu, kemudian keluar Surat Menteri Kesehatan Nomor HK.03.01/Menkes/18/2019. Dalam surat itu, Kementerian Kesehatan mengeluarkan rekomendasi 169 daftar rumah sakit di seluruh Indonesia yang diperpanjang kontraknya dengan BPJS Kesehatan. Rekomendasi itu memberikan tenggat hingga Juni 2019 bagi rumah sakit-rumah sakit terkait untuk memenuhi akreditasi mereka.

Handaryo menyatakan, berdasarkan surat tersebut, daftar rumah sakit yang direkomendasikan untuk perpanjangan kerja sama dengan BPJS Kesehatan termasuk 12 rumah sakit di Jawa Timur. "Hal ini menandakan 12 rumah sakit yang tercantum tersebut telah direkomendasikan untuk memperpanjang kerja sama rumah sakit dengan BPJS," kata dia. Rumah Sakit Husada Utama Surabaya termasuk dalam daftar tersebut.

Polemik pemutusan kontrak ini bermula dengan penghentian layanan BPJS Kesehatan oleh sejumlah rumah sakit. Di Bogor, Jawa Barat, delapan rumah sakit sempat menghentikan pelayanan mereka akibat pemutusan kontrak. Begitu juga di daerah Bekasi dan kota lainnya.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) Ichsan Hanafi mengatakan, RS swasta bukannya tak mau memenuhi sertifikasi akreditasi. Kendati demikian, ada sejumlah hambatan memenuhi hal tersebut. “Kompleks, bisa karena masalah dana, harus menyiapkan sumber daya manusia, sarana, fasilitas, dan lainnya. Selain itu, ini juga bergantung komitmen pemilik,” kata dia, kemarin.

ARSSI menyambut baik pencabutan keputusan pemutusan kontrak dengan sejumlah rumah sakit. Ichsan menekankan, akan sangat merugikan masyarakat bila fasilitas kesehatan yang bisa melayani BPJS dikurangi. “Kami juga memberikan surat edaran supaya RS swasta tetap memberikan pelayanan kesehatan pada peserta JKN-KIS, meski belum terakreditasi. Sebab, mereka sebelumnya kan juga telah mendapatkan izin operasional dari Dinkes,” kata dia.

Sejumlah rumah sakit yang dihubungi Republika mengungkapkan, persoalan pendanaan operasional rumah sakit belakangan tetap ada kaitannya dengan tunggakan klaim BPJS Kesehatan. Direktur RS Sari Asih, Ciledug, Kota Tangerang, Ni'matullah Mansur, mengatakan, pembayaran tagihan BPJS Kesehatan biasanya dilakukan per tiga bulan dengan nilai mencapai Rp 5 miliar per bulannya.

Artinya, dalam tiga bulan utang BPJS Kesehatan ke RS bisa mencapai Rp 15 miliar. Karena itu, kata dia, pihaknya harus mencari dana talangan agar operasional RS tetap berjalan. "Jadi, kita harus punya modal atau pinjam ke bank dana talangan sampai tiga bulan baru kemudian dibayar," kata Mansur, Jumat (4/1).

Pinjaman itu, kata dia, dilakukan untuk membeli obat dan membayar gaji karyawan serta dokter. Jika tidak meminjam, RS bisa bangkrut karena tak ada pemasukan. "Setelah itu memang dibayar," kata d

ia. Menurut Mansur, terkait tunggakan ini RS harus memutar otak untuk mencari pemasukan, alih-alih fokus mengurus pasien. Ia juga mengatakan, pihak RS mau tidak mau tetap harus bekerja sama dengan BPJS Kesehatan untuk melayani masyarakat. Pasalnya, saat ini hampir 90 persen masyarakat Indonesia menggunakan BPJS Kesehatan.

Jika tidak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, RS akan bankrut lantaran tak mendapat pasien. Namun jika kerja sama, BPJS Kesehatan selalu menunggak pembayaran. "Serbasalah. Rumah sakit dalam posisi yang sulit. Seperti makan buah simalakama," ujar dia.

Persoalan tunggakan klaim BPJS Kesehatan terungkap dari paparan Menteri Keuangan di Komisi IX DPR, September 2018 lalu. Saat itu, pihak Kemenkeu yang mengutip perkiraan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) bahwa defisit BPJS Kesehatan pada 2018 mencapai Rp 10,98 triliun.

Setelah rapat berkali-kali dan menunggu audit dari BPKP barulah pemerintah menyuntik dana untuk menalangi tunggakan BPJS Kesehatan tahun ini senilai Rp 4,9 triliun dan kemudian Rp 5,2 triliun, pada September dan Desember 2018 lalu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement