Kamis 03 Jan 2019 21:26 WIB

PT NKE, Perusahaan Pertama yang Diputus Bersalah Korupsi

KPK menilai banyak perusahaan berlaku curang.

Rep: Dian Fath Risalah/Ronggo Astungkoro/ Red: Muhammad Hafil
Palu Hakim di persidangan (ilustrasi)
Palu Hakim di persidangan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Nusa Konstruksi Enjinering atau NKE, yang sebelumnya bernama PT Duta Graha Indah diputus bersalah melakukan korupsi oleh Majelis Hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. PT NKE dinyatakan bersalah dan melakukan korupsi dalam proyek Pembangunan Rumah Sakit Khusus Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana Tahun Anggaran 2009 dan 2010.

"Menyatakan PT NKE telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana dalam dakwaan pertama," kata Ketua Majelis Hakim Diah Siti Basariah di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (3/1).

Dalam putusan PT NKE diwajibkan membayar denda Rp 700 juta. Selain itu, hakim juga mewajibkan PT NKE membayar uang pengganti sebanyak Rp 85,4 miliar. Hakim mendasarkan jumlah uang pengganti dari keuntungan perusahaan sebesar Rp 240 miliar dari pengerjaan 8 proyek yang telah dikorupsi PT NKE.

Hakim mewajibkan PT NKE membayarkan uang pengganti korupsi paling lambat satu bulan setelah putusan inkrach atau harta bendanya akan disita untuk dilelang. Hakim memberikan tambahan waktu satu bulan lagi, bila PT NKE mempunyai alasan yang kuat.

Selain itu, hakim juga menjatuhkan hukuman tambahan dengan melarang PT NKE mengikuti lelang proyek pemerintah selama 6 bulan. "Mencabut hak terdakwa untuk mengikuti lelang proyek pemerintah selama 6 bulan," ujar Diah.

Baca juga: Ini Alasan Yasmira Telantarkan 25 Jamaah di Tanah Suci

Baca juga: Para Penghafal Alquran yang tak Tersentuh Tsunami

Atas putusan tersebut, PT NKE yang diwakili Direktur Utama Djoko Eko Suprastowo menyatakan menerima vonis tersebut. Sementara jaksa KPK, menyatakan pikir-pikir mengajukan banding.

Usai mendengar putusan Majelis Hakim, Dirut PT NKE Djoko Eko Suprastowo menerima putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta. "Saya menerima putusan itu, ya saya anggap sesuai keadilan. Kita terima saja putusannya dengan baik dan kami siap melaksanakan keputusan itu dan membayar itu secepatnya," tutur Djoko.

Djoko pun mengaku tidak akan mengajukan banding. "Apapun putusan pengadilan saya terima. Jadi kami mencoba patuh hukum dan hakim sudah mempertimbangkan dengan baik. Apapun dari mana saja kami usahakan. Sudah siapkan. Kami menjual aset yang tidak bermanfaat," ujarnya.

Sementara Kabiro Humas KPK, Febri Diansyah mengatakan, KPK menghormati putusan pengadilan tersebut. Febri melanjutkan, terkait dengan berat ringan sanksi dan pertimbangan-pertimbangan hakim terhadap fakta-fakta sidang akan dipelajari terlebih dahulu dalam masa pertimbangan.

"Namun, ada satu hal yang kami pandang penting terkait dengan penjatuhan sanksi pencabutan hak mengikuti lelang proyek pemerintah. Pidana tambahan terhadap korporasi seperti ini diharapkan bisa diterapkan secara lebih kuat ke depan dan konsisten agar lebih memberikan efek jera bagi korporasi untuk melakukan korupsi," kata Febri.

Diketahui, 8 proyek yang telah dikorupsi PT NKE adalah proyek pembangunan Rumah Sakit Khusus Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana Tahun Anggaran 2009 dan 2010; Gedung Balai Pendidikan dan Pelatihan Ilmu Pelayaran Surabaya; proyek Gedung RS Pendidikan Universitas Mataram; proyek Gedung RSUD Sungai Dareh Sumatera Barat; Gedung Cardiac di RS Adam Malik Medan; Paviliun di RS Adam Malik Medan; RS Tropis Universitas Airlangga dan proyek Wisma Atlet Jakabaring Palembang.

PT NKE merupakan perusahaan pertama yang dijadikan tersangka kasus korupsi oleh KPK. Penetapan ini dilakukan pada Juli 2017 lalu. Penetapan tersangka pidana korporasi ini merupakan pengembangan dari penyidikan perkara yang sama dengan tersangka Dudung Purwadi (DPW) mantan Direktur Utama PT DGI dan Made Meregawa.

Selain PT NKE, ada dua perusahaan lainnya yang sudah berstatus sebagai tersangka. Pertama PT Tradha sebagai tersangka dalam kasus TPPU. Dugaan TPPU ini terkait dengan kasus yang menimpa bupati Kebumen nonaktif Mohammad Yahya Fuad. Penetapan status tersangka ini dilakukan pada Mei 2018 lalu.

Kemudian ada PT PT Nindya Karya (NK) yang ditetapkan status tersangka April 2018 lalu. Perusahaan ini diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum dan menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu perusahaan terkait pekerjaan pelaksanaan pembangunan dermaga bongkar pada Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang, Aceh.

photo
Infografis data dan fakta korupsi kepala daerah.

Sosialisasi

Sementara itu, KPK mengatakan, penetapan korporasi sebagai tersangka korupsi ini berdasarkan pada Peraturan Mahkamah Agung Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Tindak Pidana oleh Korporasi. "Banyak sekali perusahaan yang menipu. Contoh ada (orang dari) BUMN yang sudah kita tetapkan tersangka," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif belum lama ini.

Syarif mengatakan, dari temuan kasus korupsi yang ditangani KPK banyak yang terkait dengan kepentingan perusahaan atau korporasi. Ia pun mencontohkan kasus korupsi proyek KTP-elektronik yang merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun.  Menurut Syarif, dari contoh kasus korupsi proyek KTP-el meskipun sudah menetapkan banyak tersangka namun masih belum bisa mengembalikan kerugian negara lantaran adanya perbuatan pengurus korporasi.

"Kalau hukum orangnya paling kejar uang pengganti, tapi sebagian sudah bagian korporasi, termasuk tindak pidana lain. Jadi saya pikir kita akan tetap (mengusut tanggung jawab korporasi)," tuturnya.

Kemudian, banyak juga pengusaha yang menjadikan perusahaan sebagai tameng untuk melakukan tindak pidana korupsi. Salah satu contohnya adalah membuat perusahaan fiktif seperti yang dilakukan Nazaruddin ataupun Setya Novanto.

Menurut Syarif, tak bisa dipungkiri korporasi banyak digunakan sebagai alat menyembunyikan korupsi. Bahkan, hampir 80 persen kasus korupsi yang ditangani KPK melibatkan perusahaan. Tak sampai di situ, kata Syarif, sekitar 200 orang pihak swasta, mulai dari pimpinan perusahaan hingga level bawah, telah dijerat KPK sejak 2004 sampai hari ini.

Sementara, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Rosan Perkasa Roeslani meminta KPK lebih intensif melakukan sosialisasi kebijakan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 13 tahun 2016 tentang tata cara penanganan tindak pidana oleh korporasi. Menurut dia, sosialisasi kebijakan ini perlu dilakukan untuk mencegah korporasi dari segala macam bentuk tindak pidana korupsi. Hal ini menanggapi penyidikan oleh KPK terkait dugaan TPPU yang dilakukan PT Putra Ramadhan atau PT Tradha.

"Kalau kita melihatnya kebijakan ini harus disosialisasikan supaya (perusahaan) lebih memahami kebijakan itu apa. Jangan sampai ada persepsi yang salah juga," kata Rosan beberapa waktu lalu.

Kendati demikian, Rosan menekankan, Kadin mendukung penuh langkah KPK yang mulai menyasar korporasi dalam kasus TPPU. Namun, Rosan kembali menegaskan, seluruh pengusaha membutuhkan sosialisasi karena ini menjadi hal baru bagi korporasi. “Supaya pemahamannya sama, inikah hal yang baru, tentunya diharapkan sosialisasi bersama dengan KPK dan tentunya kita,” kata Rosan.

photo
Infograsi menteri yang terlibat korupsi.

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement