REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) M. Nasir segera mengecek dugaan ratusan mahasiswa dari Indonesia yang menjadi korban kerja paksa saat kuliah di Taiwan. Menristek menduga keberangkatan 300 mahasiswa itu tidak melalui program-program resmi dari Kemenristekdikti.
"Kami akan cek, saya belum dapat memastikan (kebenaran) informasi tersebut," kata Menristekdikti saat melakukan kunjungan kerja di kantor PWNU Jawa Tengah di Semarang, Rabu (2/1).
Menristekdikti menduga keberangkatan 300 mahasiswa asal Indonesia yang mengalami kerja paksa di Taiwan tersebut tidak melalui program-program resmi dari Kemenristekdikti sehingga tidak terpantau. Menurutnya, jika para mahasiswa masuk melalui Program Taipei Economic and Trade Office (TETO), maka pihaknya bisa mengontrol dan mengendalikannya.
"Yang melalui Kemenristekdikti itu melalui TETO atau kerja sama di bidang perdagangan yang didalamnya ada mengenai pendidikan," ujarnya.
Kemenristekdikti juga akan melakukan koordinasi dengan perwakilan TETO yang ada di Jakarta guna menindaklanjuti informasi mengenai kerja paksa ratusan mahasiswa Indonesia di Taiwan.
"Katanya kuliah sehari dua hari lainnya kerja, itu yang saya belum tahu. Kami koordinasi dengan TETO, nanti kita lihat apa permasalahannya," ucapnya.