Kamis 03 Jan 2019 03:35 WIB

Kasus Kekerasan Terhadap Anak di Indramayu Meningkat

Korban lebih dekat dengan pelaku.

Rep: Lilis Sri Handayani/ Red: Muhammad Hafil
Ilustrasi Kekerasan Anak
Foto: Foto : MgRol112
Ilustrasi Kekerasan Anak

REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU  -- Kasus kekerasan terhadap anak di Kabupaten Indramayu sepanjang 2018 meningkat tajam. Namun, upaya pencegahan kasus tersebut masih terkendala minimnya anggaran.

Berdasarkan data dari Polres Indramayu, kasus kekerasan terhadap anak yang dilaporkan ke polisi sepanjang 2018 mencapai 26 kasus. Jumlah itu naik dua kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya 13 kasus.

Tak hanya kekerasan terhadap anak, tindak kejahatan lain yang menimpa anak-anak adalah kekerasan seksual. Sepanjang 2018, tindak pidana menyetubuhi anak yang terjadi di Kabupaten Indramayu mencapai 43 kasus. Jumlah itupun naik drastis dibandingkan 2017 yang mencapai 24 kasus.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Indramayu, Lily Ulyati, mengungkapkan, terjadinya kasus kekerasan yang menimpa anak-anak disebabkan oleh berbagai faktor. Namun, faktor utamanya adalah ekonomi.

Lily mencontohkan, masyarakat dengan tingkat ekonomi yang kurang di Kabupaten Indramayu akhirnya banyak yang memutuskan pergi ke luar negeri sebagai tenaga kerja Indonesia (TKI). Meski bisa memperbaiki ekonomi, namun dampaknya, anak-anak TKI itu menjadi kurang pengawasan.

‘’Saat orang tuanya bekerja ke luar negeri, anak-anak mereka dititipkan ke neneknya atau saudaranya. Akhirnya, pengawasan terhadap anak-anak itu menjadi kurang,’’ kata Lily, saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (2/1).

Selain faktor ekonomi, lanjut Lily, kurangnya kepedulian orang tua terhadap pergaulan anak-anak juga menjadi pemicu terjadinya kekerasan pada anak-anak, terutama kekerasan seksual. Menurutnya, para pelaku kekerasan selama ini sebagian besar merupakan orang-orang yang justru dekat dengan korban.

"Kurangnya pendidikan agama dari para pelaku juga menjadi penyebab terjadinya tindak pidana tersebut,’’ terang Lily.

Lily memperkirakan, kasus kekerasan pada anak-anak yang terjadi di tengah masyarakat ibarat fenomena gunung es. Kasus tersebut sebenarnya lebih banyak lagi, namun tidak semuanya dilaporkan.

Lily mengakui, belum banyak masyarakat yang mengetahui keberadaan maupun peran dari instasinya. Karena itu, kasus kekerasan pada anak lebih banyak yang dilaporkan ke kepolisian dibandingkan yang dilaporkan kepada instansinya.

Untuk mencegah terjadinya kasus tersebut, Lily menyatakan, pihaknya sudah membentuk Forum Anak. Namun, akibat keterbatasan anggaran, keberadaan forum itu masih sebatas di enam eks kawedanan di Kabupaten Indramayu.

‘’Semestinya Forum Anak ada di setiap desa,’’ terang Lily.

Selain itu, sambung Lily, pihaknya juga mengadakan kegiatan perlindungan anak terpadu berbasis masyarakat. Namun, kegiatan itupun baru bisa dilaksanakan di enam eks kawedanan dan belum menyeluruh ke setiap desa.

Terpisah, Ketua Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) wilayah Jawa Barat, Darwini, mengaku sangat miris dengan banyaknya kasus kekerasan terhadap anak. Apalagi, yang menjadi korbannya paling banyak adalah perempuan.

‘’Upaya perlindungan hukum yang masih lemah terhadap korban kekerasan, harus ditegakkan secara adil. Hal itu harus pula dilakukan dengan mempertimbangkan rasa kemanusiaan dan keadilan terhadap korban,’’ tegas Darwini.

Darwini berharap, DPR RI segera mengesahkan RUU Perlindungan Kekerasan Seksual, sebagai payung hukum bagi para korban. Selain itu, harus ada  komitmen bersama antarseluruh stakeholder dan instansi terkait.

‘’Kekerasan terhadap perempuan tidak hanya tanggung jawab perempuan, tapi juga laki-laki,  agar masa depan dunia yang tanpa kekerasan bisa diwujudkan secara nyata," kata Darwini.

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement