Rabu 02 Jan 2019 02:59 WIB

KPK Peringatkan Pebisnis Tetap Profesional dan Berintegritas

'Segeralah berhenti korupsi sekarang juga, atau akan ketemu di KPK'

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Yudha Manggala P Putra
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang memberikan keterangan pers mengenai Operasi Tangkap Tangan (OTT) kasus korupsi pejabat Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dengan pihak swasta, di Gedung KPK, Jakarta, Ahad (30/12) dini hari.
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang memberikan keterangan pers mengenai Operasi Tangkap Tangan (OTT) kasus korupsi pejabat Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dengan pihak swasta, di Gedung KPK, Jakarta, Ahad (30/12) dini hari.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperingatkan seluruh pebisnis untuk profesional dan berintegritas dalam menjalankan usaha. Bagi pebisnis yang masih mengabaikannya, cepat atau lambat akan berhadapan dengan lembaga antirasuah itu.

"Dan yang utamanya dan tentu penting, segeralah berhenti korupsi juga, atau akan ketemu di KPK. Ini soal cepat atau lambat dalam upaya mencari bukti oleh KPK saja," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang kepada Republika.co.id, Selasa (1/1).

Hal itu disampaikan Saut menyusul beberapa kasus dugaan korupsi yang melibatkan pelaku usaha. Kasus terbaru, yaitu kasus dugaan suap proyek pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) di Kementerian PUPR. Proyek tersebut beberapa di antaranya berada di daerah terkena bencana alam.

Saut menuturkan, KPK akan mengkaji terkait apakah ada celah untuk menuntut hukuman mati dalam kasus yang di antara proyeknya berada di daerah terkena bencana alam.

"Seperti apa nantinya ini berkembang untuk kemudian pasal yang dikenakan saat ini akan dimaksimalkan, atau apakah kasus tersebut akan berkembang melibatkan pihak lain sehingga masuk ke penyelidikan dan penyidikan pada pasal 2 UU Tipikor 31/1999 dan 20/2001 agar ada hukuman mati sebagaimana syarat dan atau penjelasan pasal 2, nanti akan kita lihat perkembangannya," ujar dia.

Namun, Saut menambahkan, sejauh ini tuntutan maksimal hukuman masih mengacu pasal yang dikenakan saat ini, yakni pasal 5, 11, 12 dan 13 UU Tipikor juncto pasal 64 dan pasal 55 KUHP. Tidak menutup kemungkinan, jaksa penuntut umum KPK nantinya akan tetap menggunakan pasal tersebut untuk memberikan hukuman yang maksimal.

"Sejauh ini, penerapan maksimal sesuai pasal yang dikenakan yang diterapkan saat ini (pasal 5, 11, 12 dan 13 juncto pasal 64 dan pasal 55 KUHP) bisa saja akan jadi bahan pertimbangan bagi jaksa penuntut KPK agar (dituntut hukuman) maksimal di luar dari pasal yang bisa dikenakan hukuman mati (pasal 2 UU 31/1999 atau 20/2001," tutur dia.

KPK, sambung Saut, sangat mengecam keras dan prihatin karena dugaan suap tersebut salah satunya terkait proyek pembangunan SPAM di daerah bencana Donggala, Palu, Sulawesi Tengah. Daerah itu terkena bencana tsunami pada September 2018 lalu.

Jumat (28/12) kemarin, KPK mengamankan 20 orang dalam operasi tangkap tangan terkait proyek pembangunan SPAM. KPK kemudian menetapkan delapan tersangka yang terdiri dari pejabat Kementerian PUPR dan pihak swasta.

Pihak yang diduga sebagai pemberi yaitu Dirut PT WKE Budi Suharto, Direktur PT WKE Lily Sundarsih, Direktur PT TSP Irene Irma, dan Direktur PT TSP Yuliana Enganita Dibyo.

Sementara itu, pihak yang diduga penerima adalah Anggiat Partunggul Nahot Simaremare selaku Kepala Satker SPAM Strategis/PPK SPAM Lampung, Meina Woro Kustinah selaku PPK SPAM Katulampa, Teuku Mochamad Nazar sebagai Kepala Satker SPAM Darurat, dan Donny Sofyan Arifin selaku PPK SPAM Toba 1.

Uang suap yang diberikan kepada pejabat Kementerian PUPR ditujukan untuk mengatur agar dalam lelang proyek itu dimenangkan PT WKE dan PT TSP yang pemiliknya merupakan orang yang sama. PT WKE sendiri diatur untuk menggarap proyek yang nilai besarannya berada di atas Rp 50 miliar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement