Senin 31 Dec 2018 18:50 WIB

KY Terima 1.719 Laporan Masyarakat

Data ini menggambarkan dominasi perkara perdata dan pidana.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Muhammad Hafil
Ketua Komisi Yudisial, Jaja Ahmad Jayus melakukan sesi wawancara bersama Republika di kantor Komisi Yudisial, Jakarta Pusat, Senin (15/10).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Ketua Komisi Yudisial, Jaja Ahmad Jayus melakukan sesi wawancara bersama Republika di kantor Komisi Yudisial, Jakarta Pusat, Senin (15/10).

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA – Sepanjang 2018, Komisi Yudisial (KY) menerima sebanyak 1.719 laporan masyarakat. Laporan tersebut paling banyak disampaikan melalui jasa pengiriman surat dan Penghubung KY (1.106 laporan), datang langsung ke KY (329 laporan), pelaporan online (188 laporan), dan informasi (96 laporan).

 

"Awal 2018, KY telah meluncurkan Pelaporan Online Perilaku Hakim (www.pelaporan.komisiyudisial.go.id) untuk memudahkan publik dalam melaporkan dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH). Pelaporan online berisi tentang tata cara pelaporan, persyaratan laporan, peraturan terkait dengan KEPPH, alur penanganan laporan, dan menu layanan pelaporan online perilaku hakim yang diduga melanggar KEPPH," kata Ketua Komisi Yudisial RI Jaja Ahmad Jayus di Gedung KY Jakarta, Senin (31/12).

 

Jaja menjelaskan berdasarkan jenis perkara , masalah perdata mendominasi laporan yang masuk ke KY, yaitu 782 laporan. Untuk perkara pidana berada di bawahnya

dengan jumlah laporan 506 laporan.

Data ini menggambarkan dominasi perkara perdata dan pidana karena perkara tersebut berada di ranah kewenangan peradilan umum dengan kompleksitas perkara yang tinggi dan sensitif. Perkara lainnya adalah tata usaha negara sebanyak 120 laporan, agama sebanyak 83 laporan, dan tindak pidana korupsi (tipikor) sebanyak 76 laporan.

 

Sementara berdasarkan jenis badan peradilan atau tingkatan pengadilan yang dilaporkan, jumlah laporan terhadap peradilan umum sangat mendominasi, yaitu sebanyak 1.245 laporan. Kemudian berturut-turut, yaitu Peradilan Tata Usaha Negara sebanyak 114 laporan, Mahkamah Agung sebanyak  107 laporan, Peradilan Agama sebanyak 97 laporan, dan Tipikor sebanyak 51 laporan.

 

Sementara itu, 10 provinsi yang terbanyak menyampaikan laporan ke KY secara berturut-turu adalah: DKI Jakarta sebanyak 311 laporan, Jawa Timur sebanyak 212 laporan, Sumatera Utara sebanyak 162 laporan, Jawa Barat sebanyak 159 laporan, Jawa Tengah sebanyak 120 laporan, Sumatera Selatan sebanyak 76 laporan, Sulawesi Selatan sebanyak 72 laporan, Riau sebanyak 65 laporan, Sulawesi Utara sebanyak 46 laporan, dan Banten sebanyak 46 laporan.

 

"Tidak semua laporan dapat dilakukan proses sidang pemeriksaan panel atau pleno, karena laporan yang masuk perlu diverifikasi kelengkapan persyaratan (telah memenuhi syarat administrasi dan substansi) untuk dapat diregistrasi. Pada periode ini, KY menyatakan laporan yang memenuhi persyaratan adalah sebanyak sebanyak 412 laporan masyarakat," terang Jaja.

 

Jaja menuturkan, penyebab rendahnya persentase laporan masyarakat yang dapat diproses karena beberapa alasan, yaitu kurangnya persyaratan yang harus dilengkapi, laporan bukan kewenangan KY dan diteruskan ke instansi lain atau Badan Pengawasan MA, serta banyak laporan yang ditujukan ke KY berisi permohonan untuk dilakukan pemantauan persidangan.

Kurangnya pemahaman masyarakat ini menjadi tantangan KY untuk lebih mengoptimalkan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat terkait wewenang KY dan tata cara laporan masyarakat.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement