Ahad 30 Dec 2018 23:06 WIB

KPK Sudah Pelajari Suap Proyek SPAM Sebelum Bencana

KPK akan mempelajari terlebih dahulu soal penerapan hukuman mati dalam kasus ini.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Ratna Puspita
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang memberikan keterangan pers mengenai Operasi Tangkap Tangan (OTT) kasus korupsi pejabat Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dengan pihak swasta, di Gedung KPK, Jakarta, Ahad (30/12) dini hari.
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang memberikan keterangan pers mengenai Operasi Tangkap Tangan (OTT) kasus korupsi pejabat Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dengan pihak swasta, di Gedung KPK, Jakarta, Ahad (30/12) dini hari.

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang menegaskan lembaganya telah cukup lama mempelajari dugaan suap pada proyek-proyek pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) di Kementerian PUPR Tahun Anggaran 2017-2018. Ia mengatakan KPK telah memantau sebelum bencana tsunami di Palu.

"Ini kami pelajari cukup lama ya bukan setelah bencana, kami tidak spesial kemudian ketika bencana datang. Jadi, kami bukan "pemadam kebakaran" juga, artinya sudah didalami cukup lama kemudian ternyata di daerah bencana juga ada," ungkap Saut di Gedung KPK Jakarta, Ahad (30/12).

KPK, sambung Saut, sangat mengecam keras dan prihatin karena dugaan suap tersebut salah satunya terkait proyek pembangunan SPAM di daerah bencana Donggala, Palu, Sulawesi Tengah. Daerah itu terkena bencana tsunami pada September 2018 lalu.

Karena itu, ia pun mengaku akan mempelajari terlebih dahulu soal penerapan hukuman mati terkait kasus ini. "Kami lihat dulu nanti apa kasus ini bisa masuk kategori pasal 2 yang korupsi pada bencana alam yang menyengsarakan hidup orang banyak itu. Kalau menurut penjelasan di pasal 2 itu memang kan bisa dihukum mati, kalau terdapat tindak pidanakorupsi pada bencana yang menyengsarakan orang banyak, nanti kami pelajari dulu," tutur Saut.

Ancaman maksimal hukuman mati tersebut tertulis dalam pasal 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyebutkan adanya pemberatan bagi pelaku tindak pidana korupsi apabila tindak pidana tersebut dilakukan pada waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan undang-undang yang berlaku, pada waktu terjadi bencana alam nasional, sebagai pengulangan tindak pidana korupsi, atau pada waktu negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter.

KPK total telah menetapkan delapan tersangka. Diduga sebagai pemberi antara lain Dirut PT Wijaya Kusuma Emindo (WKE) Budi Suharto (BSU), Direktur PT WKE Lily Sundarsih (LSU), Direktur PT Tashida Sejahtera Perkara (TSP) Irene Irma (IIR), dan Direktur PT TSP Yuliana Enganita Dibyo (YUL).

Sedangkan diduga sebagai penerima antara lain Kepala Satuan Kerja SPAM Strategis/Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) SPAM Lampung Anggiat Partunggal Nahot Simaremare (ARE), PPK SPAM Katulampa Meina Woro Kustinah (MWR), Kepala Satuan Kerja SPAM Darurat Teuku Moch Nazar (TMN), dan PPK SPAM Toba 1 Donny Sofyan Arifin (DSA).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement