REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Agung (MA) dalam putusan peninjauan kembali (PK) menolak gugatan kubu Djan Faridz terkait dengan kepengurusan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Penolakan tersebut tertuang dalam Putusan PK No. 182 PK/TUN/2018 tanggal 8 November 2018.
Sekretaris Jenderal DPP PPP pimpinan M Romahurmuziy, Arsul Sani dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu (29/12), menganggap putusan MA itu sebagai kado akhir tahun yang manis. Menurut Arsul, perkara yang diputus MA itu merupakan perkara terakhir dari serangkaian perkara yang diajukan oleh kubu Djan Faridz di berbagai jalur peradilan.
Arsul mencatat gugatan kubu Djan Faridz diajukan via MK empat perkara, PN Jakpus dua perkara, dan PTUN Jakarta sekitar enam perkara. "Alhamdulillah, tidak ada satu pun gugatan Djan Faridz cs baik di jalur MK maupun lembaga peradilan di bawah MA yang hasil akhirnya dikabulkan," ujar Sekretaris Jenderal DPP PPP hasil Muktamar Pondok Gede tahun 2016 itu.
Dengan Putusan PK dari MA maka sudah tidak tersisa satu pun gugatan Djan Faridz yang masih ada di pengadilan. Semua gugatan tersebut tertolak. Oleh karena itu, Arsul meminta kepada media agar tidak lagi menggunakan istilah PPP Kubu Djan Faridz atau PPP kubu Muktamar Jakarta.
"Karena tidak ada satu pun legalitas yang mendukung mereka, baik berupa putusan akhir MA maupun SK Menkumham," kata Arsul.
Arsul menambahkan pihaknya selanjutnya akan melangkah ke ranah hukum pidana atas tindakan Humphrey Djemat dan kawan-kawan dari kubu Djan Faridz yang masih melakukan kegiatan dengan mengatasnamakan PPP. "Kami memberi kesempatan kepada Humphrey Djemat cs untuk meminta maaf atas ulahnya selama ini sampai dengan akhir tahun ini. Jika tidak proses pidana akan terpaksa kami jalankan agar mereka berhenti berulah," ujar Arsul.