Sabtu 29 Dec 2018 20:49 WIB

BIG Pastikan 136 Tide Gauge Berfungsi

BIG memastikan rutinitas perawatan alat tersebut.

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Muhammad Hafil
Badan Informasi Geopasial
Foto: BIG
Badan Informasi Geopasial

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Badan Informasi Geospasial (BIG) memastikan sebanyak 136 alat ukur pasang surut air laut atau tide gauge yang tersebar di seluruh Indonesia berfungsi dengan baik. Kepala Bidang Jaring Kontrol Horizontal dan Vertikal Badan Informasi Geospasial (BIG) Joni Efendi menyebutkan, seluruh alat tersebut secara rutin merekam informasi dan data ketinggian muka air laut setiap menit dan mengirim data ke server pusat per lima menit. 

Penjelasan Joni tersebut menjawab kekhawatiran sejumlah pihak terkait kondisi tide gauge yang diduga tidak berfungsi dengan baik, seperti temuan di Sumatra Barat. Joni menjelaskan, terdapat 138 alat pengukur pasang surut air laut di seluruh Indonesia. Dari jumlah tersebut, sebanyak 2 unit tide gauge diketahui sedang nonaktif karena adanya terdampak pembangunan pelabuhan tempat alat tersebut terpasang. Keduanya, ujar Joni, berada di Luwuk, Sulawesi Tengah. 

"Setiap tahun dirawat kok dan kalau terjadi sesuatu, kan ada 3 sensor. Salah satu rusak, yang lain masih berfungsi. Kalau mati total ketiga-tiganya, kami minta petugas perbaiki," kata Joni, Sabtu (29/12). 

Tide gauge sendiri disebut bisa menjadi salah satu alat untuk mendeteksi kejadian tsunami secara dini. Alat yang terpasang di dekat pusat gempa, bisa merekam adanya perubahan muka air laut secara mendadak. Informasi ini bisa digunakan sebagai peringatan bagi penduduk yang berada cukup jauh dari pusat gempa namun berpotensi terdampak tsunami. 

Data yang dikirim oleh tide gauge ini juga dimanfaatkan oleh InaTEWS yang dikelola oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. Data ketinggian muka air laut juga digunakan untuk memastikan apakah tsunami benar-benar terjadi atau tidak.

Joni memberi contoh, bila BMKG merekam adanya gempa bumi dengan magnitudo di atas 6 Skala Richter (SR) dan pusat gempa berada di zona subduksi yang berpotensi tinggi menyebabkan tsunami, maka peringatan tsunami akan diterbitkan. 

"Nah, warning ini kan harus dicabut, ini cek pakai data pasang surut. Kalau muka air laut baisa saja dan diperhitungkan dengan parameter lain, mereka cancel dan masyarakat bisa balik ke rumah," katanya. 

BIG bersama BMKG dan Badan Geologi Kementerian ESDM juga berniat menambah dua alat pengukur tinggi muka air laut di Perairan Selat Sunda. Alat ini nantinya akan berfungsi mendeteksi adanya kenaikan muka air laut secara signifikan, kemudian mengirimkan peringatan kepada warga Banten dan Lampung bila ada potensi tsunami. 

Joni menjelaskan, tide gauge akan dipasang di beberapa titik di pulau-pulau sekitar Anak Krakatau. Berdasarkan data BIG, alat pengukur muka air laut baru terpasang di Ciwandan dan Marina Jambu, Banten. Sementara di Lampung, tide gaugebaru terpasang di Pelabuhan Panjang, Kota Agung, Bengkunat, dan Krui. 

"Kalau ada stasiun pasang surut di sekitar Anak Krakatau, bisa warning masyarakat. Saat ada tsunami air naik kan tercatat, sehingga masyarakat di dataran Banten atau Lampung masih ada waktu (untuk evakuasi diri)," kata Joni

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement