Jumat 28 Dec 2018 18:20 WIB

UMM Bahas Moderasi Islam Jelang Tahun Politik

Elemen masyarakat tidak dapat lepas dari politik.

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Gita Amanda
  Pusat Studi Islam dan Filsafat Universitas Muhammadiyah Malang (PSIF UMM)  membahas moderasi Islam dalam menyambut tahun politik. Dialog Akhir Tahun  yang bertajuk Moderasi Islam di Tahun Politik Perspektif Kaum Muda  Milenial ini sukses diselenggarakan di UMM, Kamis (27/12).
Foto: dok. UMM
Pusat Studi Islam dan Filsafat Universitas Muhammadiyah Malang (PSIF UMM) membahas moderasi Islam dalam menyambut tahun politik. Dialog Akhir Tahun yang bertajuk Moderasi Islam di Tahun Politik Perspektif Kaum Muda Milenial ini sukses diselenggarakan di UMM, Kamis (27/12).

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Pusat Studi Islam dan Filsafat Universitas Muhammadiyah Malang (PSIF UMM) membahas moderasi Islam dalam menyambut tahun politik. Dialog Akhir Tahun yang bertajuk Moderasi Islam di Tahun Politik Perspektif  Kaum Muda Milenial ini sukses diselenggarakan di UMM, Kamis (27/12).

Asisten Rektor Bidang Al Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK), Abdul Haris, mengemukakan forum bertukar pikiran sangat penting untuk diadakan generasi milenial. “Sebagai generasi muda, kita harus cerdas dalam membaca perkembangan suasana politik agar tidak larut dalam emosi. Selain itu, kita harus bisa menjadi bagian penting untuk meluruskan arah bangsa,” ujar Haris melalui keterangan resmi yang diterima Republika.co.id, Jumat (28/12).

Pemateri pertama yang sekaligus Wakil Bupati Trenggalek dan Ketua Umum DPW Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Jawa Timur, M. Nur Arifin, mengemukakan, semua elemen masyarakat tidak dapat lepas dari politik. Ia juga mengkorelasikan kejadian saat ini dengan masa lampau. Ketika itu, kata dia, ideologi Marhaenisme Soekarno dikritik oleh Darwis Thaib dengan Marhamismenya. 

"Padahal keduanya memiliki akar ideologi Islam," tambahnya.

Sementara itu, Pemateri Hasnan Bachtiar memaparkan beberapa hasil riset mengenai generasi milenial dan media baru. Dari riset yang ia utarakan, faktor utama yang mendorong generasi milenial ada di media baru. Dari munculnya media baru tersebut, lanjut Hasnan, maka munculah bentuk pekerjaan, cara besosialisasi, cara berkomunikasi hingga manusia baru yang kini sering disebut generasi milenial.

“Menurut riset, generasi milenial memiliki ciri-ciri tidak terlalu peduli dengan agama. Namun lebih peduli terhadap kesehatan, kasih sayang, keluarga dan lain sebagainya. Sedangkan generasi non-milenial justru sebaliknya,” ungkap pria yang saat ini menjabat sebagai Presidium Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah (JIMM) dan alumni UMM yang baru lulus magister dari Australian Nasional University (ANU) ini.

Di kesempatan serupa, Pemateri Pradana Boy yang merupakan dosen Fakultas Agama Islam (FAI) UMM dan Asisten Staf Khusus Presiden menjelaskan secara teoritis dasar-dasar bagaimana orientasi beragama pada saat ini. Ia juga menjelaskan, pada mulanya setiap orang punya orientasi beragama yang moderat. Hal ini karena pengaruh teman, pergaulan dan lingkungan sehingga membuatnya condong ke salah satu orientasi, entah fanatik/konservatif atau permisif/liberal. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement