Kamis 27 Dec 2018 11:59 WIB

Rawan Tsunami, BMKG Imbau Warga Jauhi Pantai Selat Sunda

Peringatan menjauhi Pantai Selat Sunda dalam radius 500 m hingga 1 km masih berlaku.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Friska Yolanda
Petugas menunjukkan data rekam seismograf pemantau aktivitas Gunung Anak Krakatau (GAK) beberapa saat sebelum terjadinya tsunami di Pos Pengamatan GAK Pasauran, Serang, Banten, Selasa (25/12/2018).
Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Petugas menunjukkan data rekam seismograf pemantau aktivitas Gunung Anak Krakatau (GAK) beberapa saat sebelum terjadinya tsunami di Pos Pengamatan GAK Pasauran, Serang, Banten, Selasa (25/12/2018).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) merilis imbauan pada warga di sekitar pantai Selat Sunda supaya menjauh pada Kamis, (27/12). Dikhawatirkan, potensi gelombang tinggi atau tsunami masih terjadi di sana.

Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG Rahmat Triyono mengatakan, informasi itu sehubungan dengan informasi dari Badan Geologi bahwa adanya peningkatan aktivitas Gunung Anak Krakatau dari level Waspada ke Siaga. "Maka, peringatan kewaspadaan potensi tsunami di wilayah pantai Selat Sunda dalam radius 500 m hingga satu kilometer masih tetap berlaku," katanya dalam keterangan resmi, hari ini.

Ia mengimbau masyarakat tetap tenang dan waspada. Kemudian, diharapkan warga mengandalkan dan memonitor perkembangan informasi melalui aplikasi mobile phone Info BMKG serta aplikasi Magma Indonesia.

"Perkembangan lanjut status kewaspadaan ini masih terus kami pantau dan akan kami informasikan dalam waktu 24 jam ke depan," ujarnya.

Terkait peningkatan status Gunung Anak Krakatau PVMBG Badan Gelologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memperluas zona berbahaya dari dua kilometer menjadi lima kilometer. Masyarakat dan wisatawan dilarang melakukan aktivitas di dalam radius lima kilometer dari puncak kawah Gunung Anak Krakatau. Naiknya status Siaga (Level III) ini berlaku terhitung mulai Kamis pukul 06.00 WIB.

Berdasarkan data PVMBG, Gunung Anak Krakatau aktif kembali dan memasuki fase erupsi mulai Juli 2018. Erupsi selanjutnya berupa letusan-letusan strombolian, yaitu letusan yang disertai lontaran lava pijar dan aliran lava pijar yang dominan mengarah ke tenggara. Erupsi yang berlangsung fluktuatif.

Pada 22 Desember terjadi erupsi, tapi tercatat skala kecil, jika dibandingkan dengan erupsi periode September-Oktober 2018. Hasil analisis citra satelit diketahui lereng barat-barat daya longsor (flank collapse) dan longsoran masuk ke laut. Inilah kemungkinan yang memicu terjadinya tsunami.

Sejak itu, diamati adanya letusan tipe Surtseyan, yaitu aliran lava atau magma yang keluar kontak langsung dengan air laut. Hal ini berarti debit volume magma yang dikeluarkan meningkat dan lubang kawah membesar. Kemungkinan terdapat lubang kawah baru yang dekat dengan ketinggian air laut. Sejak itulah letusan berlangsung tanpa jeda. Gelegar suara letusan terdengar beberapa kali per menit.

Saat ini, aktivitas letusan masih berlangsung, yaitu berupa letusan strombolian disertai lontaran lava pijar dan awan panas. Pada Rabu (26/12) terpantau letusan berupa awan panas dan Surtseyan.

Awan panas ini yang mengakibatkan adanya hujan abu. Dominan angin mengarah ke barat daya, sehingga abu vulkanik menyebar ke barat daya ke laut. Adanya beberapa lapisan angin pada ketinggiaan tertentu mengarah ke timur menyebabkan hujan abu vulkanik tipis jatuh di Kota Cilegon dan sebagian Serang.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement