REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan tiga tersangka suap pengumpulan data atau bahan keterangan atas pelaksanaan proyek-proyek di Balai Wilayah Sungai (BWS) Sumatra VII di Provinsi Bengkulu pada tahun anggaran 2015 dan 2016. Sebelumnya, KPK pada tanggal 9 Juni 2017 telah terlebih dahulu menetapkan tiga tersangka, yaitu Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) BWS Sumatera VII Bengkulu Amin Anwari (AAN), Direktur PT Mukomuko Putra Selatan Manjuto (MPSM) Murni Suhardi (MSU), dan Kasi Intel Kejati Bengkulu Parlin Purba (PP).
"Dalam pengembangan penanganan perkara tersebut, KPK menemukan bukti permulaan yang cukup dan menetapkan tiga orang lagi sebagai tersangka," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat konferensi pers di Gedung KPK RI, Jakarta, Rabu (26/12).
Tiga tersangka itu, yakni PPK Irigasi dan Rawa II pada Satuan Kerja Pelaksana Jaringan Pemanfaatan Air (Sakter PJPA) BWS Sumatra VII Bengkulu Apip Kusnadi (AK), Kasatker PJPA BWS Sumatra VII Bengkulu M Fauzi (MF), dan Edi Junaidi (EJ) selaku Kasatker Pelaksanaan Jaringan Sumber Air (PJSA) BWS Sumatera VII Bengkulu. Tersangka Apip Kusnadi bersama-sama M. Fauzi dan Edi Junaidi diduga telah memberikan hadiah atau janji kepada Parlin Purba selaku Kasi Intel Kejati Bengkulu terkait dengan pengumpulan data atau bahan keterangan atas pelaksanaan provek-proyek di BWS Sumatra VII Provinsi Bengkulu pada tahun anggaran 2015 dan 2016.
Febri mengatakan bahwa pada 2015 dan 2016, BWS Sumatera VII Provinsi Bengkulu memiliki beberapa proyek. Pertama, proyek rehabilitasi bending dan jaringan Air Nipis Seginim Kabupaten Bengkulu Selatan dengan nilai kontrak sekitar Rp 6,9 miliar pada 2015 dan sekitar Rp 11,7 miliar pada 2016 yang dikerjakan oleh PT Rico Putra Selatan.
Proyek kedua, jaringan irigasi primer sekunder kiri daerah irigasi air Manjunto Kabupaten Mukomuko dengan nilai kontrak sekitar Rp 7,2 miliar pada 2015 dan sekitar Rp 9,1 miliar pada 2016 yang dikerjakan oleh PT Zuti Wijaya Sejati. Padaawal April dan Mei 2017, Kejati Bengkulu menerima informasi dari masyarakat dugaan penyimpangan dalam pelaksaan proyek rehabilitasi jaringan irigasi Air Nipis Seginim dan proyek rehabilitasi jaringan irigasi primer sekunder kiri daerah irigasi air Manjunto.
"Agar informasi tersebut tidak ditindaklanjuti dan menghentikan kegiatan pulbaket, AK, MF, dan EJ menyerahkan uang sebesar Rp 150 juta kepada Parlin Purba dalam dua kali penyerahan," ungkap Febri.
Pertama, pada 9 Mei 2017 diserahkan uang sebesar Rp100 juta bersumber dari pemilik atau Direktur PT Rico Putra Selatan yang diserahkan kepada Parlin Purba melalui Apip Kusnadi dan M. Fauzi. Kedua, pada 7 Juni 2017 diserahkan uang sebesar Rp 50 juta dari Apip Kusnadi kepada Parlin Purba.
Febri mengatakan, bahwa uang senilai Rp 150 juta tersebut merupakan kesepakatan dari permintaan sebelumnya sebesar Rp 185 juta. Uang tersebut merupakan bagian dari kesepakatan antara BWS Sumatra VII dan beberapa mitra yang mengerjakan proyek di BWS Sumatra VII Bengkulu.
"Disepakati mitra/pelaksana proyek menyetorkan uang kutipan sebesar 6 persen dari nilai total proyek. Perinciannya adalah sebesar 3 persen sebagai dana operasional yang terdiri atas 2 persen untuk operasional BSW Sumatra VII Bengkulu dan 1 persen untuk operasional Kementerian Pusat yang disetorkan kepada Kasubag TU," kata Febri.
Selanjutnya, sebesar 3 persen lainnya terbagi atas 1 persen untuk kepentingan pribadi Kepala BWS Sumatra VII Bengkulu dan 2 persen untuk biaya atau fee keamanan aparat penegak hukum. "Tiga tersangka baru ini menambah daftar tersangka dalam perkara ini. Sebelumnya, KPK telah menetapkan tiga orang lainnya sebagai tersangka sehingga total telah diproses enam orang," ucap Febri.
Untuk tiga tersangka awal telah diproses dan disidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bengkulu hingga dijatuhi vonis sebagai berikut: Parlin Purba divonis 5 tahun, denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan; Amin Anwari dan Murni Suhardi masing-masing divonis 2 tahun, denda Rp 50 juta subsider 4 bulan kurungan.