REPUBLIKA.CO.ID, PURWOKERTO -- Berbagai kasus pelanggaran pemilu mulai terjadi di wilayah Kabupaten Banyumas. Komisioner Bawaslu Banyumas Saleh Dharmawan menyebutkan, beberapa rambu pemilu mulai dilanggar oleh para peserta pemilu dan juga warga.
''Ada kecenderungan modus pelanggaran kampanye pemilu 2019 mulai banyak terjadi di tiga jenis kasus pelaanggaran,'' kata Saleh, Rabu (25/12).
Kordinator Divisi Penindakan Bawaslu Kabupaten Banyumas itu menyebutkan tiga jenis pelanggaran yang mulai banyak terjadi, yakni pelaksanaan kampanye di lembaga-lembaga pendidikan, kampanye yang melibatkan pihak-pihak yang mendapatkan gaji/upah yang bersumber dari anggaran negara, dan pelanggaran berupa perusakan alat peraga kampanye (APK) dan bendera partai politik. Untuk kasus pelanggaran pelaksanaan kampanye di lembaga-lembaga pendidikan formal, Saleh menyebutkan sudah dua kali terjadi.
Namun dari dua kasus tersebut, dia menyebutkan, satu kasus setelah dilakukan penyelidikan lebih lanjut dinilai tidak terbukti. Sedangkan satu kasus lainnya, masih dalam proses penyelidikan.
Untuk kasus perusakan APK, Saleh menyebutkan, Bawaslu sudah menerima cukup banyak laporan kasus tersebut. Namun semua kasus tersebut tidak bisa ditindaklanjuti karena pihak pelapor tidak bisa menunjukkan siapa yang melakukan perusakan.
“Kami juga kesulitan menyelidiki kasus ini, karena tidak ada saksi yang mengetahui saat terjadi perusakan,” kata dia.
Sedangkan untuk kasus keterlibatan ASN, Saleh menyebutkan, pihak terlibat dalam kampanye sejauh ini bukan kalangan PNS. Namun orang yang ikut kampanye tesebut, mendapat gaji/upah dari keuangan negara. “Dalam kasus ini, kami masih melakukan proses penyelidikan lebih jauh,” katanya.
Terkait hal ini, dia mengingatkan pada para peserta pemilu, pelaksana kampanye, peserta kampanye, tim kampanye dan juga masyarakat pada umumnya untuk tidak meneruskan tindakan-tindakan yang masuk kategori pelanggaran pemilu. “Kita ingin menciptakan pemilu yang jujur dan adil. Mohon jangan lagi ada tindakan pelanggaran semacam itu,” kata dia.
Dia menyebutkan, masalah kampanye di tempat pendidikan sudah ditegaskan dalam pasal 280 UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017. Dalam pasal tersebut ditegaskan, pelaksana dan tim kampanye pemilu dilarang menggunakan fasilitas pemerintah, tempat pendidikan dan tempat ibadah sebagai tempat kampanye.
“Bila melanggar, sesuai pasal 521 UU Nomor 7 Tahun 2017, pelaksana kampanye bisa dikenai sanksi pidana penjara maksimum selama dua tahun dan denda Rp 24 juta,” kata dia.
Sedangkan dalam kasus pelaksanaan kampanye yang melibatkan pihak-pihak yang mendapatkan gaji/upah dari keuangan negara, Saleh menyebutkan, kasus tersebut juga masuk dalam kategori pelanggaran kampanye yang diatur dalam pasal pasal 280 ayat (2) UU Pemilu. Pelakunya diancam dengan hukuman penjara 1 atau 2 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 12 juta hingga Rp 24 juta.
Sedangkan kasus perusakan APK, menurut Saleh, juga diatur dalam pasal pasal 280 ayat (1) huruf g UU Pemilu atau pasal 306 jo pasal 170 KUHP.