REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) akan menggelar sidang perkara pelanggaran administrasi dan pidana pemilu yang diduga dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Dua perkara ini dilaporkan oleh kuasa hukum Oesman Sapta Odang (Oso).
Anggota Bawaslu Ratna Dewi Pettalolo mengatakan sidang pendahuluan digelar pada Kamis (27/12) mendatang. "Insyaallah 27 Desember besok, pukul 10.00 WIB digelar sidang pendahuluan terhadap laporan (dugaan pelangggaran) administrasi," ujar Ratna ketika dikonfirmasi, Selasa (25/12).
Dia melanjutkan, ada perubahan dalam jadwal penentuan tindak lanjut laporan dari pihak Oso tersebut. Sedianya, Bawaslu akan menyampaikan status laporan pada Kamis (26/12).
"Selain menggelar sidang pendahuluan laporan administrasi, pada Kamis siang Bawaslu juga akan menggelar klarifikasi untuk laporan dugaan pelangggaran pidana pemilu. Keduanya atas laporan yang dimasukkan oleh kuasa hukum Pak Oso," ungkap Ratna.
Menurut Ratna, hingga saat ini belum ada laporan lain yang disampaikan oleh pihak Oso ke Bawaslu. "Belum ada laporan lagi dari pihak Oso," tambahnya.
Untuk diketahui, ada dua laporan yang didaftarkan kuasa hukum Oso kepada Bawaslu. Dalam dua laporan ini, pihak KPU sama-sama menjadi terlapor.
Laporan pertama disampaikan atas nama Kuasa Hukum Oso Dodi S Abdul Qadir. Pelapor menilai surat KPU Nomor 1492 tanggal 8 Desember 2018, perihal permintaan pengunduran diri Oso sebagai pengurus Partai Politik bagi calon anggota DPD RI Pemilu tahun 2019, bertentangan dengan putusan MA RI nomor 65/P/U/2018 tanggal 25 Oktober 2018, dan putusan PTUN Jakarta nomor 242/G/SPPU/2018/PTUN Jakarta tanggal 14 November 2018.
Sementara itu, laporan kedua disampaikan oleh Kuasa Hukum Oso lainnya Herman Kadir. Laporan ini terkait adanya dugaan pelanggaran pidana pemilu sebab KPU tidak melaksanakan putusan MA dan PTUN.
Terpisah, Komisioner KPU Wahyu Setiawan mengatakan KPU belum mendapatkan surat pemanggilan dari Bawaslu soal laporan Oso Selain itu, surat pemanggilan dari kepolisian juga belum diterima KPU.
"Kami ikuti perkembangannya. Sementara ini kan kami belum mendapatkan surat tembusan baik yang Bawaslu maupun kepolisian," ujar Wahyu.
Polemik antara KPU dan Oso ini bermula ketika Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan calon anggota DPD tidak boleh berasal dari pengurus parpol. Setelah putusan MK itu, KPU menyusun PKPU Nomor 26 Tahun 2018 yang salah satu isinya menegaskan syarat tersebut.
Kemudian, para pengurus parpol yang sudah mendaftar sebagai calon anggota DPD memilih mundur dari pencalonan. Namun, salah satu calon, yakni Oso yang mewakili Kalimantan Barat, belum mau mundur.
Oso mengajukan uji materi ke Mahkamah Agung (MA) terkait PKPU Nomor 26 itu. Selain uji materi, Oso juga mengajukan gugatan ke PTUN soal pencalonannya yang digugurkan oleh KPU.
MA dan PTUN mengabulkan gugatan OSO. Menindaklanjuti dua putusan lembaga peradilan ini, KPU sudah mengirim surat kepada OSO. Surat tersebut bernomor 1492/PL.01.4-SD/03/KPU/XII/2018 tertanggal 08 Desember 2018.
Surat itu menegaskan sikap KPU dalam menindaklanjuti putusan PTUN dan MA dengan merujuk kepada putusan MK. KPU akan memasukkan Oso ke dalam DCT Pemilu 2019 jika yang bersangkutan mundur sebagai pengurus parpol.
KPU memberikan waktu kepada Oso untuk menyerahkan surat pengunduran diri hingga 21 Desember, pukul 24.00 WIB. Namun, hingga batas akhir penyerahan surat pengunduran diri, tidak ada surat apapun dari pihak OSO. Kuasa hukum Oso justru melaporkan KPU ke Bareskrim Polri, Bawaslu dan berencana melaporkan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).