REPUBLIKA.CO.ID, PANDEGLANG -- Masih terbatasnya kondisi pengungsian di Posko Krakatau, Desa Labuan, Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang, Banten, membuat beberapa warga mulai terserang penyakit. Heri (50 tahun) mengaku mulai mengalami gatal-gatal dan panas dingin.
"Biasa lah. Masuk angin," kata dia, Senin (24/12) siang.
Semalaman suntuk, Heru bersama rekan-rekannya tidur di teras rumah toko yang berada di dekat posko pengungsian. Ia tak kebagian tempat untuk tidur di dalam ruangan. Sebab, ruangan diprioritaskan untuk perempuan dan anak.
"Namanya juga semalaman kurang tidur dan kurang air. Semalem mah di emperan toko," keluh dia.
Ia mengaku sudah mencari tempat ke posko pengungsian yang lain. Namun, posko pengungsian sudah penuh semua. Alhasil, mau tak mau ia tidur di emperan toko beralaskan spanduk dan berselimut sarung.
Sejumlah warga yang terkena dampak bencana Tsunami berada dipengungsian masjid Jami Al-Rodo, Panimbang, Banten, Ahad (23/12).
H+2 pascatsunami menerjang, baru satu kali ia mendapat jatah makan. Hanya sarapan. Hingga pukul 13.20 WIB, ia belum juga ditawari makan siang.
Padahal, menurut dia, pada hari pertama mengungsi banyak makanan tersedia. Dirinya mendapatkan jatah tiga kali dalam sehari.
Selain karena kondisi di pengungsian, kondisi pikiran juga sedikit memengaruhi kesehatannya. Sebab, saat meninggalkan rumahnya, air masuk juga menerjang.
Ketika sempat mengunjungi kembali rumahnya yang berada di Desa Teluk, Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang, Banten, pada H+1, ia melihat banyak barang yang rusak dan juga hilang. Semua berantakan.
"Isi rumah muntah. Berantakan, rusak, hilang. Nggak punya uang juga. Mau pulang juga rumah berantakan," keluh dia.
Ia berharap, pemerintah dapat memperbaiki rumah-rumah warga yang mengalami kerusakan. Selain itu, pemerintah juga diharapkan bisa mengadakan kapal bagi para nelayan yang menjadi korban tsunami.
Heru optimistis, jika bencana sudah lewat, semuanya akan kembali seperti semula. Ia pun yakin tetap akan menjadi nelayan jika sudah diperbolehkan pulang.
"Kita akan hati-hati ke depannya. Kita Alhamdulillah masih selamat. Mungkin ini teguran," kata dia.
Sementara itu, Sumi (36) datang ke pos kesehatan dengan membawa anaknya yang masih berusia tiga tahun. Ia mengatakan, anaknya mulai pilek. "Di pengungsian seadanya," kata dia.
Meski begitu, ia mengatakan, adanya pos kesehatan di dekat posko pengungsian sangat memudahkan warga untuk berobat. Dengan begitu, pengungsi tak perlu jauh-jauh melakukan pengobatan.