Ahad 23 Dec 2018 19:39 WIB

Empat Menit Berlalu, Kampung Way Muli Rata

Gelombang tsunami dua kali menerjang bibir pantai Dewa Way Muli.

Gelombang tsunami meluluhlantakan sejumlah rumah khusunya di bibir pantai pesisir selatan, Kalianda, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung, Sabtu (22/12) malam. Sebanyak 44 orang meninggal sduah ditemukan, ratusan orang luka luka. Evakuasi masih dilakukan.
Foto: Republika/Mursalin Yasland
Gelombang tsunami meluluhlantakan sejumlah rumah khusunya di bibir pantai pesisir selatan, Kalianda, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung, Sabtu (22/12) malam. Sebanyak 44 orang meninggal sduah ditemukan, ratusan orang luka luka. Evakuasi masih dilakukan.

Oleh Mursalin Yasland

Wartawan Republika

REPUBLIKA.CO.ID, Malam mingguan, seperti biasa, warga masih belum tidur di bawah pukul 12 malam. Mereka bercengkerama di dalam rumah atau nongkrong di depan rumah merupakan kebiasan warga menghabiskan malam ahad. 

Akan tetapi, pada Sabtu (22/12) pukul 21.35 WIB, kebiasaan tersebut menjadi berbeda dari malam mingguaan sebelumnya. Hantaman gelombang tsunami dari pesisir Selatan Provinsi Lampung, Sabtu malam, membuat buyar warga di Desa Way Muli, Kecamatan Rajabasa, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung. 

Hantaman air gelombang tsunami yang pertama tersebut sontak membuat panik warga di dalam dan luar rumah. Warga kocar kacir menyelamatkan diri. 

Suara gemuruh ombak serta pekik dan teriakan warga histeris menyelimuti malam itu. Sebagian warga langsung mengungsi ke tempat tinggi, seperti Gunung Rajabasa. Sebagian lain, mencari anggota keluarganya dan memasuki rumah mengambil barang-barang berharga.

Gelombang tsunami kedua menghempas lagi perkampungan rumah warga yang padat di bibir pantai Desa Way Muli. Ombak setinggi pohon kelapa atau sekira lima meter lebih tersebut langsung meluluhlantakkan rumah warga. Tak hanya rumah berbahan kayu dan seng, rumah permanen berbahan batu, semen, dan juga genteng hancur rata dengan tanah. 

photo
Gelombang tsunami meluluhlantakan sejumlah rumah khusunya di bibir pantai pesisir selatan Kabupaten Lampung Selatan, Lampung, Sabtu (22/12) malam. 

Diduga, banyak yang tidak sempat melarikan diri karena hantaman gelombang tsunami ketiga menghayutkan semua isi rumah warga, termasuk warga yang tidak sempat mengungsi ke tempat yang tinggi dan aman. Warga yang meninggal kebanyakan tertimpa reruntuhan dinding batu, genting, dan juga seng dan kayu. 

“Menurut warga yang melihat gelombang tsunami tersebut dari lantai dua, ombaknya menggulung tinggi bersuara gemuruh, dan juga seperti ada kilatan api. Hanya empat menit hitungannya semua rumah hancur malam itu,” tutur Rahi, warga Desa Way Muli yang ditemui Republika.co.id sedang mencari anggota keluarganya yang masih hilang di sekitar rumahnya.

Menurut dia, gelombang tsunami yang kedua yang lebih besar, tinggi, dan hempasannya merusak rumah-rumah warga. Desa Muli memang dikenal padat penduduk.

Bahkan, ada rumah warga yang bekerja sebagai nelayan tersebut berdiri di bibir pesisir perairan Selatan Lampung. “Ini semua tadinya rumah penduduk, padat, dan ada yang dari kayu dan juga permanen batu. Sekarang rata dengan tanah. Rumah yang berada di bibir pantai terbuat dari kayu lebih dulu hancur dan menambrak rumah lainnya,” kata bapak empat anak tersebut.

Lain lagi cerita Nina. Ibu dua anak ini sedang makan mi goreng di dalam rumah ketika tiba-tiba terdengar suara gemuruh. Anaknya yang laki-laki berusia lima tahun sudah kabur duluan menyelematkan diri. Sedangkan Nina masih di kamar.

“Aku dengar suara gemuruh ombak, aku keluar dan melihat air dari belakang rumahnya sudah masuk. Badan saya sudah basah dan tersedot gelombang. Aku pegangan badan sudah terlelap air. Tapi selamat,” ujarnya.

photo
Pesisir selatan Kabupaten Lampung Selatan, Lampung. 

Ia dan suami serta dua anaknya selamat, meski Nina harus bertahan dengan satu pegangan di tiang kayu. “Aku ditarik oleh suamiku, jadi bisa selamat. Kalau tidak sudah hanyut,” tuturnya saat ditemui Republika.co.id di rumahnya, Ahad (23/12) petang.

Sedangkan tetangga Nina yang rumahnya berada di bibir pantai memiliki takdir berbeda. Ia menceritakan ayah keluarga itu meninggal sedangkan anak dan istrinya selamat karena mengungsi ke gunung. 

Beberapa warga lainnya, yang selamat setelah hantaman gelombang tsunami pertama langsung menyelamatkan diri ke gunung. Mereka selamat.

Sebanyak 44 korban yang meninggal akibat hantaman gelombang tsunami Selat Sunda, pada Sabtu malam itu, dan sudah berhasil dievakuasi. Separuhnya sudah teridentifikasi. Sementara, puluhan korban mengalami luka-luka. 

Bupati Lampung Selatan Nanang Ermanto meninjau lokasi kejadian. Ia mengatakan jumlah korban yang meninggal 43 orang. Hal sama juga disampaikan Danrem 043 Garuda Hitam Kolonel Kav Jatniko, jumlah korban meninggal sebanyak 43 orang, dan sudah dievakuasi. 

photo
Gelombang tsunami meluluhlantakan bibir pantai pesisir selatan Kabupaten Lampung Selatan, Lampung, Sabtu (22/12) malam. 

Saat melintas di lokasi kejadian, Republika.co.id menemukan seorang perempuan hamil yang terkapar di pantai dalam kondisi tidak bernyawa lagi. Jadi jumlah korban dapat dipastikan sebanyak 44 orang. 

Sedangkan yang hilang belum terdata petugas. Diperkirakan masih banyak korban yang hilang belum ditemukan. Sebab, proses evakuasi masih terkendala alat berat yang belum bisa masuk lokasi kejadian. 

Pemantauan Republika.co.id di lokasi kejadian, Ahad (23/12) petang, evakuasi korban masih dilakukan petugas BPBD Lampung Selatan, Badan SAR Lampung, polisi, dan TNI, serta relawan. Lokasi terparah terdampak gelombang tsunami berada di Desa Way Muli, Desa Canti, Desa Air Panas, dan sebagian Desa Maja dalam Kecamatan Kalianda.

Penghuni rumah yang rusak dan hancur rata dengan tanah sudah mengungsi ke dataran tinggi Gunung Rajabasa. Hanya beberapa orang pemilik rumah masih berjaga.

Sebab, bekas runtuhan, dan perabotan rumah tangga yang rusak dalam rumah, belum bisa dievakuasi. Sedangkan korban yang meninggal sebagian sudah dibawa mobil ambulance ke rumah sakit Kalianda, dan korban yang sudah diketahui identitasnya dibawa keluarganya.

Petugas masih kesulitan mencari korban yang hilang, setelah dihantam gelombang tsunami. Alat berat belum bisa masuk ke lokasi Desa Way Muli, yang terdampak parah musibah, karena bekas kayu dan perabotan rumah tangga masih menutupi badan jalan. Sedangkan bekas reruntuhan batu, genting, seng, dan dinding rumah masih rata dengan tanah. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement