Ahad 23 Dec 2018 11:41 WIB

Abdula Xinjiang: Kenangan Bertemu Muslim Uighur di Makkah

Abdula pun menirukan bunyi senjata yang ditembakkan dengan gaya film Cowboy

Jamaah haji asal Cina.
Foto: Tomy Tamtomo/Republika
Jamaah haji asal Cina.

0leh: Muhammad Subarkah, Jurnalis Republika

Beberapa tahun silam, sesaat sebelum shalat Isha di mulai seorang lelaki berkulit putih dan berwajah kemerahan sedikit brewok duduk di sampingku. Sekilas dia menganggukan kepala dan tersenyum. Setelah  itu pandangannya terus saja lurus ke depan. Dia tak mau menoleh kiri dan kanan. Setelah terdengar iqamat kami pun shalat.

Seusai shalat, di kala rekan-rekan jamaah lain sibuk berzikir, lelaki brewok ini mengeluarkan telepon genggam dari saku celananya. Dia pun menelepon seorang perempuan. Percakapan sempat terputus karena imam masjid sudah mengisyaratkan dimulai shalat mayat berjamaah.

Seusai shalat  dia duduk kembali di lantai pelataran Masjidil Haram. Dia melanjutkan percakapannya yang terputus. Berbicara asyik sekali. Bahasa naik turun. Sekilas mirip burung berkicau. Sesekali juga terdengar juga ucapan khas Islam, seperti alhamdulliah, subhanallah, dan lainnya.

photo
Seorang jamaah haji asal ighur di Bandara Jeddah menjelang kepulangan. Dia mengajak rekan jamaahnya bercanda karena tiba-tiba datang aparat kemanan Cina yang akan mengawalnya sampai ke tangga pesawat. Ekspresi para jamaah yang tadi ceria berubah tegang. (foto Fitriyan Zamzami)

‘’Anda dari Cina?’’ tanyaku. Dia langsung menatapku ketika ditanya. Ada ekpresi perasaan sedikit tegang ketika dia menjawab. Otot wajah dan lehernya terlihat mengeras. Meskipun begitu suasana kemudian menjadi cair ketia dia tersenyum. ''No..No.. No China! Xianjiang. Turkish China,’’ kata dia dengan bahasa Inggris terbata-bata.

 

‘’No English. Kalam Arabic..?’’ ujarnya. Dia balik bertanya seraya menyarankan agar saya ‘ngomong’ Arab saja. Kini ganti saya  yang kini menggeleng.  Memahami percakapan terancam macet, segera aku raih bungkusan korma seharga 24 real yang baru saja dibeli di Super Market Bin Dawood. Dia mengambilnya beberapa biji dan kemudian memakannya.

‘’Ana (Saya) Xianjiang. Abdula (dia menyebut nama belakangnya, tapi saya sengaja tak tlis lengkap),’’ katanya menyakinkan namanya. Setelah itu dia mengeluarkan beberapa paspor berwarna merah kecoklatan. Di situ tampak tertera lambang negara dan tempat asal paspor di keluarkan, yakni Republik Rakyat China. Ada lima paspor dipegangnya.

 ‘’Its paspor my khurma ana (isterinya saya), umi, dan dua saudara saya,’’ lanjutnya dengan bahasa Arab yang tak terlalu jelas. Rupanya dia sama saja dengan saya:  hanya bisa sedikit bahasa Arab, itu pun model Arab amiyah. Karena pembicaraan macet lagi saya sodorkan kembali kurma kepadanya. Dia pun mengambil terus dengan rasa senang.

‘’Katsir nas yamautu fi Xianjiang (banyak muslim mati di Xinjiang),’’ katanya. Dia kemudian menggerak-gerakan tangannya menirukan oran menembak.’’Bang! Bang! Bang!’’ Abdula pun menirukan bunyi senjata yang ditembakkan dengan gaya film Cowboy.

photo
Petugas keamanan bandara Jeddah berseragam tentara Cina mengawal kepulangan jamaah Uighur. Mereka mengawal sampai masuk ke tangga pesawat. Petugas bandara resi asal Saudi Arabia hanya mengawasi dari kejauhan (foto Fitriyan Zamzami)

Xinjiang (Pinyin, bahasa Tinghoa) atau nama lengkapnya  Daerah Otonomi Uighur Xinjiang, adalah salah satu wilayah di negara Cina yang berpenduduk muslim. Kota utamanya adah Urumqi. Wilayahnya sekitar 1,7  juta kilometer persegi  dengan jumlah penduduk sekitar 19 juta jiwa. Komposisi entis wilayah ini adalah suku Uighur 45 persen dan Han 41 persen. Sisanya adalah etnis lain  Kazakh 7 persen, Kirgiz 0,9 persen, Mongol 0,8 persen, Dongxiang 0,3 persen, dan  Tajzik 0,2 persen.

Bila Abdula ini menceritakan terjadinya aksi kekerasan di wilayahnya memang begitulah kenyataannya. Beberapa orang di Xinjiang hingga kini terus menuntut kemerdekaannya. Mereka bersikap seperti itu karena merasa pemerintah China meminggirkan  mereka. Orang Han yang pendatang lebih mereka perhatikan.

Letaknya Xian Jiang yang strategis dan kaya minyak, maka dari semenjak dahulu menjadi wilayah  rebutan banyak negara. Negara India misalnya kini masih mengklaim wilayah ini sebagai bagiannya. Mereka menyebutkan Xianjiang sebagai bagian dari Negara Bagian Jammu dan Kashmir. Jadi masuk akal bila tempat tinggal Abdula suasana ‘meletup-letup’.

Data dari Wikipedia menyebutkan perlawanan terhadap kekuasaan Cina telah berlangsung sejak lama di Xinjiang. Saat ini, kebanyakan pemimpin perlawanan berada di pengasingan, antara lain di Turki dan Amerika Serikat. Sejak peristiwa 11 September di Amerika Serikat, pemerintah Cina kemudian  menambahkan atribut baru bagi  gerakan kemerdekaan yang ada di wilayah ini sebagai gerakan  teroris karena punya kaitan dengan gerakan Taliban di Afghanisntan.

‘’Maudu assiyasah tushodir uni (soal politik hanya membuat aku pusing),’’ kata Abdula.  Setelah itu keluarga Abdula pun sampai di tempat kami duduk. Sebelum berpisah, dia masih berusaha bercerita.

Tapi saya tak tahu apa artti kalimat yang diceritakannya.  Kalau sudah begini cukup na’am dan syukran sajalah! Yang penting selamat...!

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement