Sabtu 22 Dec 2018 02:47 WIB

Tak Sepatutnya Gubernur Papua Minta Aparat Keamanan Ditarik

Telah terjadi pelanggaran hukum berat yang harus mendapatkan penindakan hukum.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Esthi Maharani
Prajurit TNI mengangkat peti jenazah korban penembakan kelompok kriminal bersenjata (KKB) yang tiba di Landasan Udara Hasanuddin, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, Jumat (7/12). Sebanyak 16  jenazah korban penembakan KKB di Nduga dipulangkan dan  diserahterimakan kepada pihak keluarga.
Foto: Abriawan Abhe/Antara
Prajurit TNI mengangkat peti jenazah korban penembakan kelompok kriminal bersenjata (KKB) yang tiba di Landasan Udara Hasanuddin, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, Jumat (7/12). Sebanyak 16 jenazah korban penembakan KKB di Nduga dipulangkan dan diserahterimakan kepada pihak keluarga.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kapendam XVII/Cenderawasih, Kolonel Inf Muhammad Aidi, mengatakan, Gubernur Papua, Lukas Enembe, dan Ketua DPR Provinsi Papua, Yunus Wonda, tak sepantasnya meminta aparat keamanan TNI-Polri ditarik dari Nduga, Papua. Menurut Aidi, gubernur Papua dan ketua DPR Provinsi Papua tak paham akan tugas pokok dan fungsinya (tupoksi).

"Menurut saya, Gubernur dan Ketua DPR serta pihak manapun tidak sepantasnya meminta aparat keamanan TNI-Polri ditarik dari Nduga," ujar Aidi dalam keterangan tertulisnya, Jumat (21/12).

Aidi menuturkan, di wilayh Nduga, telah terjadi pelanggaran hukum berat yang harus mendapatkan penindakan hukum. Jika TNI-Polri tidak hadir, justru akan terlihat seperti TNI-Polri atau negara telah melakukan pembiaran terhadap pelanggaran hukum berat tersebut.

Ia menambahkan, yang seharusnya dilakukan adalah bukan meminta aparat keamanan untuk ditarik, melainkan para pelaku pembantaianlah yang didesak untuk menyerahkan diri beserta senjata yang mereka miliki. Sebagaimana diketahui, di Nduga belum lama ini terjadi penembakan terhadap sejumlah pekerja PT Istaka Karya.

"(Serahkan diri) kepada pihak yang berwajib guna menjalani proses hukum untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya," kata dia.

Aidi menjelaskan, TNI-Polri datang di wilayah tersebut bukan untuk menakut-nakuti rakyat, apalagi membunuh rakyat. Aparat keamanan datang untuk mencari para pelaku pembantaian tersebut. Ia menambahkan, rakyat beserta aparat TNI-Polri bisa merayakan Hari Natal bersama di daerah itu.

"Rakyat tidak perlu merasa terganggu atas kehadiran TNI-Polri di Mbua dan Yigi Kompleks. Yang merasa terganggu adalah mereka para pelaku kejahatan yang berlumuran dosa telah membatai warga sipil yang tidak berdaya," tuturnya.

Atas seruan itu, Aidi juga berkomentar, Gubernur dan Ketua DPR tidak memahami tupoksi mereka sebagai pemimpin, pejabat, dan wakil rakyat. Gubernur, kata Aidi, adalah wakil dan perpanjangan tangan pemerintah pusat dan negara Republik Indoensia di daerah.

"Gubernur berkewajiban menjamin segala program nasional harus sukses dan berjalan dengan lancar di wilayahnya. Bukan sebaliknya, malah Gubernur bersikap menentang kebijakan nasional," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement