Senin 17 Dec 2018 17:42 WIB

JPU KPK Sebut Zainudin Hasan Terima Gratifikasi Rp 7 M

Bupati Lampung Selatan nonaktif menolak isi dakwaan dari JPU KPK.

Rep: Mursalin Yasland/ Red: Bayu Hermawan
Bupati nonaktif Lampung Selatan Zainudin Hasan menjalani sidang perdana pembacaan dakawaan di Pengadilan Tipikor Bandar Lampung, Lampung, Senin (17/12/2018).
Foto: Antara/Ardiansyah
Bupati nonaktif Lampung Selatan Zainudin Hasan menjalani sidang perdana pembacaan dakawaan di Pengadilan Tipikor Bandar Lampung, Lampung, Senin (17/12/2018).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG -- Selain perkara suap fee proyek infrastruktur di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Lampung Selatan, Terdakwa Zainudin Hasan, Bupati Lampung Selatan nonaktif tersebut terjerat perkara gratifikasi. Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK mendakwanya telah menerima uang gratifikasi sebesar Rp 7 miliar.

Sidang perdana terdakwa Zainudin Hasan dengan Hakim Ketua Mien Trisnawaty berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Tanjungkarang, Senin (17/12). Terdakwa hadir mengenakan baju batik berpeci hitam dengan pengawalan dua anggota polisi dari Brimob Polda Lampung lengkap persenjataan.

Dalam pembacaan dakwaannya, JPU KPK Subari Kurniawan menyebutkan terdakwa telah menerima uang gratifikasi totalnya mencapai Rp 7 miliar. Uang tersebut diserahkan dari PT Bara Mega Cipta Mulya.

Saat menerima uang gratifikasi dari perusahaan itu, terdakwa menggunakan nomor rekening Bank Mandiri atas nama Sudarman. Semua uang yang terima terdakwa menggunakan rekening bank tersebut atas nama Sudarman.

"Sejak menerima uang tersebut, terdakwa tidak melaporkan kepada KPK dalam batas waktu 30 hari," kata JPU KPK Subari.

Terdakwa tidak melaporkan penerimaan uang tersebut kepada KPK dalam batas waktu tersebut, JPU KPK menyatakan uang yang diterima terdakwa sebagai bentuk penyuapan karena berlawanan dengan tuga dan kewajiban sebagai seorang bupati di Kabupaten Lampung Selatan.

JPU menyebut tindakan dan perbuatan terdakwa diancam pidana berdasarkan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.

Seusai sidang, terdakwa Zainudin Hasan yang juga adik Ketua MPR-RI Zulkifli Hasan membantah isi dakwaan JPU KPK tersbeut. Ia keberatan dengan isi dakwaan JPU dan menolak semuanya. "Isi dakwaan itu tahun 2010, sedangkan saya baru menjabat bupati tahun 2016," katanya kepada wartawan.

Menurutnya, dakwaan yang dilontarkan JPU KPK tersebut berlangsung pada tahun 2010 sedangkan ia menjabat bupati Lampung Selatan tahun 2016. "Saya tidak mungkin menerima suap Rp 7 miliar itu," Zainudin Hasan mengelak tuduhan tersebut.

Zainudin menjelaskan, sebelum menjadi bupati, ia telah berbisnis, sehingga tidak mungkin disebut miskin karena sejak kecil ia sudah berbisnis. Tuduhan yang menyerangnya menerima gratifikasi Rp 7 miliar, ia menyebutkan sebagai merampok hartanya di siang bolong.

Dalam kesempatan sidang selanjutnya, ia akan memberikan pembelaan terkait dakwaan JPU tersebut. Sebelumnya, terdakwa Zainudin Hasan terjerat perkara suap fee proyek infrastruktur di Dinas PUPR Lampung Selatan dengan menerima suap sebesar RP 100 miliar dari berbagai pihak sebagai komitmen penentuan rekanan proyek.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement