Jumat 14 Dec 2018 04:00 WIB

Teknologi Bisa Antisipasi Perubahan Iklim

Indonesia bertekad mengurangi emisi GRK pada 29 persen dengan usaha sendiri pada 2030

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Dwi Murdaningsih
Terumbu karang Great Barrier Reef di Australia memutih dan kehilangan penutupnya akibat badai, perubahan iklim dan ledakan populasi bintang laut berduri
Foto: REUTERS
Terumbu karang Great Barrier Reef di Australia memutih dan kehilangan penutupnya akibat badai, perubahan iklim dan ledakan populasi bintang laut berduri

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menyampaikan peran teknologi dalam menjaga perubahan iklim dalam forum internasional The 24th session of the Conference of the Parties (COP 24) UNFCCC di Katowice, Polandia.

Dalam forum tersebut, Deputi Teknologi Pengembangan Sumberdaya Alam (TPSA) BPPT Hammam Riza menyampaikan, tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau sustainable development goal (SDG) merupakan cita-cita umat dunia. "Utamanya, Indonesia sebagai 10 negara dengan perekonomian yang kokoh," ucapnya dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Kamis (13/12).

Hammam menjelaskan, pihaknya di bidang teknologi pengembangan sumber daya alam memberi perhatian khusus pada dua hal. Yakni, SDG-13 perubahan iklim dan SDG-14 kelautan untuk menjadi pilar pertumbuhan ekonomi maritim Indonesia.

Hamam mengatakan, beragam upaya dalam pengendalian perubahan iklim yang telah dilakukan oleh Indonesia. "Mulai dari tingkat lokal, nasional hingga global seluruhnya dipaparkan di Paviliun Indonesia pada COP-24 UNFCCC di Katowice, Polandia," katanya.

Hammam menyampaikan, di BPPT, telah menerapkan berbagai teknologi. Di antaranya, National Oceanographic Data Center (I-NODC) untuk pusat data kelautan seperti untuk monitoring marine debris, acidification, cuaca, perikanan dan ocean hazard yang menyebabkan bencana kelautan.

Selain itu, Hammam menambahkan, dalam mengantisipasi perubahan iklim ini, BPPT juga gencar melakukan operasi teknologi modifikasi cuaca sepanjang 2018. Terutama, dalam menghadapi kebakaran lahan dan hutan. "Supaya lebih masif, kami butuh tambahan armada pesawat yang kompatibel untuk operasi modifikasi cuaca lainnya," ucapnya.

Selain itu, Hammam mengatakan, BPPT juga memiliki upaya penting dalam melakukan upaya survei kelautan melalui layanan teknologi Kapal Riset Baruna Jaya. Upaya ini termasuk dilakukan dalam survei bawah laut terhadap dampak gempa dan tsunami di Palu-Donggala. Hasilnya akan disampaikan nanti setelah lengkap dimatangkan akurasi laporannya.

Selain itu, Hammam menjelaskan, sebagai dukungan terhadap program nasional Sungai Citarum Harum, teknologi juga dapat berperan dalam pengolahan air limbah. Selain itu, untuk memonitoring kualitas air secara online dan real time. "Kami di BPPT selalu siap mendukung upaya pemerintah dan dunia internasional dalam mengantisipasi perubahan iklim," tuturnya.

Diketahui, Indonesia telah menyatakan komitmen berkontribusi menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) pada tahun 2030 sebesar 29 persen dengan upaya sendiri dan sampai dengan 41 persen melalui kerjasama internasional.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement