REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kesepakatan antarnegara tentang perlindungan lingkungan laut dari aktivitas-aktivitas berbasis lahan, Bali Declaration, yang disepakati di Bali pada akhir Oktober lalu mendapatkan apresiasi dari berbagai negara. Apresiasi disampaikan dalam salah satu acara diskusi dalam forum internasional COP 24 UNFCCC di Katowice, Polandi, pada Rabu (12/12) waktu setempat.
UN Assistant Secretary-General Satya S Tripadi, mengapresiasi kinerja dan kepemimpinan Indonesia di bidang perlindungan lingkungan laut. "Kami berterima kasih kepada Indonesia, yang telah mengawali pertemuan penanganan sampah di laut dan menghasilkan Bali Declaration," ucap Satya di COP 24 dalam rilis yang diterima Republika.co.id.
Setelah 23 tahun pelaksanaan GPA di tingkat global, regional dan nasional, sejumlah negara menyepakati perlindungan laut dari kegiatan lahan dalam acara Intergovernmental Review ke-4. Kesepakatan meliputi review pelaksanaan program aksi di tingkat global, regional dan nasional selama periode tahun 2012-2017, Future of the Global Programme of Action pada periode tahun 2018–2022, serta program aksi yang akan dilaksanakan pada periode tahun 2018–2022. Semuanya dituangkan dalam Bali Declaration.
Menteri Lingkungan Hidup Jepang Yoshiaki Harada sangat mendukung negara-negara Asia untuk mengatasi sampah, termasuk sampah di laut. "Jepang akan mendukung dari segi pengetahuan dan teknologi penanganan sampah di laut," katanya.
Indonesia sendiri telah melakukan beberapa langkah nyata baik yang sifatnya kebijakan maupun operasional untuk menanggulangi pencemaran laut dari berbagai sumber. Misalnya Rencana Aksi Nasional Penanganan Sampah dan gagasan kebijakan pengurangan kantong plastik. Berdasarkan hasil pelaksanaan Monitoring dan Evaluasi penerapan Uji Coba Kantong Plastik Berbayar yang dilaksanakan tanggal 21 Februari – 31 Mei 2016, penurunan penggunaan kantong belanja plastik di retail mencapai 55 persen.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar mengatakan, Bali Declaration berguna untuk negara-negara anggota dalam memecahkan masalah pencemaran laut. Khususnya, yang berasal dari kegiatan berbasis daratan.
Upaya ini dilakukan tidak hanya oleh masing-masing negara tetapi juga dalam rangka membangun kerja sama antar negara melalui peningkatan kapasitas di bidang manusia. sumber daya, pengetahuan, dan teknologi transfer.
Siti menjelaskan, kesepakatan-kesepakatan dalam Bali Declaration ini sangat strategis, mengingat semakin meningkatnya kompleksitas tekanan terhadap lingkungan laut yang bersumber dari kegiatan di daratan. "Tekanan itu telah menimbulkan pencemaran dan kerusakan lingkungan laut, seperti meningkatnya nutrien, air limbah (waste water), dan sampah laut (marine litter)," tuturnya.
Bali Declaration berisi kesepakatan untuk melanjutkan dua agenda utama IGR-GPA. Pertama, peningkatan pengarusutamaan perlindungan ekosistem pesisir dan laut, khususnya dari ancaman lingkungan yang disebabkan oleh peningkatan nutrisi, air limbah, sampah laut dan mikroplastik. Kedua, meningkatkan pengembangan kapasitas, pengetahuan dan berbagi pengetahuan melalui kolaborasi dan kemitraan yang melibatkan pemerintah, sektor swasta, masyarakat sipil dan para ahli di tingkat regional dan global dalam perlindungan ekosistem pesisir dan laut dari kegiatan berbasis lahan dan sumber polusi.
Penyelenggaraan diskusi ini diadakan di Paviliun Indonesia. Diskusi ini diharapkan memperkuat komitmen dan kerjasama antar negara untuk melindungi dan melestarikan lingkungan laut dari dampak negatif kegiatan berbasis daratan. "Kegiatan ini merupakan acara berbagi pengalaman, ide dan gagasan serta untuk mendapatkan input dari berbagai negara dalam penanganan lingkungan laut," kata Siti.