REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kisaran tarif Moda Raya Terpadu (MRT) atau Ratangga diperkirakan Rp 8.500 atau Rp 10 ribu. "Jadi Rp 8.500 itu rata-rata 10 Km. Dia hanya naik di stasiun bayar Rp 2.200, naik dua stasiun bayarnya Rp 1.500 tambah Rp 1.400 jadi Rp 2.900, kira-kira begitu," ujar Direktur Utama PT MRT Jakarta, William Sabandar, Rabu (12/12).
Hitungan tarif didapatkan dengan cara tarif per kilometer dikali jarak tempuh. Tarif per kilometer dikenakan Rp 1.500.
William menjelaskan kisaran tarif tersebut berdasarkan survei dengan 10 ribu responden melalui berbagai media angka yang kemudian disetujui masyarakat. Namun, keputusan tarif MRT belum diputuskan oleh pemerintah.
MRT Jakarta juga merencanakan adanya integrasi tiket mengingat MRT merupakan bagian dari moda transportasi umum terintegrasi Jak Lingko. "Prinsipnya begini, bukan persoalan kita punya kartu sendiri atau kartu orang lain, tapi persoalannya apakah kartu ini bisa digunakan untuk transportasi publik. Misalnya, kartu Transjakarta bisa dipakai untuk MRT kan nggak ada masalah, demikian sebaliknya. Nanti akan kita urus ya," ujar William.
Akademisi Teknik Sipil Unika Soegijapranata, Djoko Setijowarno mengatakan rencana tarif MRT tersebut sudah ideal karena bersubdisi. "Kalau tidak bersubsidi, bisa kena Rp 35 ribu hingga Rp 40 ribu," kata Djoko.
Harga tiket yang cukup mahal dibandingkan kereta rel listrik (KRL) karena KRL merupakan kereta lama dari segi infrastruktur. Djoko mengatakan kajian studi tarif harus disesuaikan dengan kemampuan dan kemauan masyarakat. MRT Jakarta fase 1 ditargetkan beroperasi Maret 2019 dengan rencana jam operasi dari pukul 05.00 WIB hingga 24.00 WIB.