Selasa 11 Dec 2018 20:42 WIB

Yusril: Putusan PTUN Soal OSO tidak Bisa Diubah-ubah

Yusril mengatakan tidak akan mengajukan gugatan kembali atas keputusan KPU.

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Esthi Maharani
Yusril Ihza Mahendra
Foto: ROL/Abdul Kodir
Yusril Ihza Mahendra

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kuasa hukum Oesman Sapta Odang (OSO), Yusril Ihza Mahendra, mengatakan belum menerima surat dari KPU soal tindak lanjut putusan PTUN. Menurutnya, putusan PTUN tidak bisa diubah interpretasinya.

"Saya tidak tahu karena belum menerima suratnya. Jadi saya belum tahu apa yang terjadi," ujar Yusril saat dikonfirmasi wartawan, Selasa (11/12).

Namun, Yusril mengatakan tidak akan mengajukan gugatan kembali atas keputusan KPU. Ia hanya meminta Bawaslu menggunakan kewenangan pengawasan pelaksanaan putusan lembaga peradilan.

"Kami sudah melayangkan surat ke Bawaslu supaya mereka menggunakan kewenangannya, antara lain dalam pelaksanaan putusan pengadilan, hal itu sudah diatur dalam undang-undang," lanjut Yusril.

Lebih lanjut dia menjelaskan jika putusan pengadilan tidak perlu diinterpretasikan lagi. Dalam konteks kasus pencalonan OSO sebagai anggota DPD, putusan PTUN tidak bisa diinterpretasikan lagi.

"Tidak usah diotak-atik sana-sini. Putusan itu punya kekuatan untuk dilaksanakan. Kalau putusan Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK) kan putusan normatif. Putusan administratif yang bersifat membatalkan lalu memerintahkan itu ada dalam putusan PTUN. Kalau diperintahkan melaksanakan ya segera dilaksanakan putusan itu, gunakan kewenangan pengawasan Bawaslu," tegasnya.

Sebelumnya, KPU akhirnya menindaklanjuti putusan MK dan PTUN terkait pencalonan OSO sebagai anggota DPD. OSO diberi kesempatan untuk mengikuti pemilu jika mundur sebagai pengurus parpol.

Sikap KPU ini dituangkan dalam surat yang disampaikan kepada pihak OSO. Surat tersebut disampaikan pada Senin (10/12). Komisioner KPU, Pramono Ubaid Tanthowi, membenarkan hal itu.

"Benar. Oleh KPU, putusan PTUN dijalankan dengan memberikan kesempatan kepada Pak OSO untuk masuk dalam Daftar Calon Tetap (DCT) Pemilu 2019," ujar Pramono ketika dikonfirmasi wartawan, Selasa

Selain itu, , KPU juga tetap menjalankan putusan MK. "Putusan MK dijalankan dengan meminta OSO mengundurkan diri dari kepengurusan parpol untuk bisa masuk menjadi calon anggota DPD dalam Pemilu 2019 (untuk bisa masuk ke DCT)," jelas Pramono.

Artinya, dalam menyikapi polemik hukum soal pencalonan OSO, KPU memilih jalan tengah dengan menjalankan dua putusan peradilan. Selanjutnya, kata Pramono, KPU pun memberikan tenggat waktu kepada OSO untuk melakukan pengunduran diri.

Batas akhir pengunduran diri itu ditunggu hingga setelah 20 Desember. "Kalau tidak salah sampai 21 Desember," ungkapnya.

Dengan adanya keputusan KPU dan tenggat waktu ini, kata Pramono, maka OSO diminta untuk mengundurkan diri sebagai ketua Partai Hanura. Sebab, jika tidak mundur, keputusan KPU tidak bisa dijalankan.

"Berarti (kalau tidak mundur), putusan MK tidak dijalankan. Ya tidak bisa masuk (ke DCT pemilu)," tegas Pramono.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement