REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG SELATAN -- Perlintasan kereta api tak resmi di samping Stasiun Rawa Buntu, Kota Tangerang Selatan (Tangsel), telah menyebabkan banyak insiden. Kepala Stasiun Rawa Buntu Aliyas mengatakan, perlintasan tanpa palang pintu itu segera ditutup.
Ia menjelaskan, perlintasan kereta itu sebenarnya sudah lama tak boleh lagi digunakan. Namun, menurut dia, masyarakat tetap nekat melintasi jalan itu untuk memotong jalan.
“Itu dulu memang perlintasan resmi. Tapi tak lagi digunakan sejak adanya fly over. Nanti akan kita tutup,” kata dia saat dikonformasi Republika.co.id, Selasa (11/12).
Aliyas mengatakan nantinya bakal dibangun perpanjangan peron Stasiun Rawa Buntu. Perpanjangan peron itu sekaligus untuk mengantisipasi pembangunan hunian berbasis transportasi atau Transit Oriented Development (TOD) di stasiun tersebut.
Karena itu, ia mengimbau masyarakat pengguna kendaraan bermotor untuk tidak lagi melintasi jalan yang sebenarnya tak layak dilalui itu. Sebab, kata dia sudah sering terjadi kecelakaan karena perlintasan tak memiliki palang pintu kereta tersebut.
“Sudah ada fly over dengan empat lajur, tapi masih pada lewat situ. Kami ingin mendidik masyarakat dengan menutup tempat itu,” kata dia.
Berdasarkan pantauan Republika.co.id, perlintasan yang berada di bawah fly over Rawa Buntu itu masih sering dilalui kendaraan, baik roda empat maupun roda dua. Di perlintasan itu, terdapat kaca yang dipasang warga setempat sebagai petunjuk pengenadar melihat kereta dari arah utara.
Tak ada satu pun petugas di tempat itu. Hanya warga yang kadang memberi isyarat dengan teriakan ketika ada kereta yang hendak melintas. “Tahan dulu. Awas!” teriak Jaya (59 tahun).
Jaya adalah warga yang tinggal di pinggir rel kereta. Jarak rumahnya hanya sekitar 7 meter dari rel, dan 100 meter dari Stasiun Rawa Buntu. Di depan rumahnya, ia bersama istrinya membuka warung nasi sederhana.
Ia pula orang yang memasang cermin berukuran sekitar 40x20 cm di pinggir perlintasan. Pasalnya, sudah bertahun-tahun perlintasan itu tak memiliki palang pintu otomatis.
Tiga tahun silam, ia memasang kaca tersebut. Menurut dia, cermin itu merupakan miliknya pribadi. “Agar yang menyebrang bisa lihat kanan kiri,” katanya.
Pelintasan itu menghubungkan jalan kecil dari arah BSD Serpong, menuju pintu masuk stasiun ataupun Jalan Raya Rawa Buntu. Pengendara rata-rata mengambil jalan itu untuk memotong jarak perjalanan.
Jaya mengaku menjadi petugas perlintasan tak resmi atas inisiatifnya sendiri. Sebab, beberapa kali pernah terjadi kecelakaan di perlintasan itu.
Menurut dia, sekitar dua tahun lalu ada sebuah mobil yang tertabrak kereta. Mobil itu, kata dia, tersangkut bannya di tengah perlintasan. "Saat mau maju, gak kuat. Dicoba mundur lagi juga gak bisa. Akhirnya orangnya keluar dan mobilnya tertabrak," kata dia.
Insiden itu memang tak menimbulkan korban jiwa, tetapi tetap ada kerugian yang harus dibayar. Tak seperti perlintasan kereta yang umun, tempat itu hanya dilapisi batu kerikil untuk menyamai tinggi rel kereta.
Namun, batu itu sedikit amblas ke bawah, sehingga tak jarang ban kendaraan terselip di antara batu kerikil. Apalagi, ketika turun hujan. Jalan yang licin akan semakin sulit untuk melintasi perlintasan kereta tersebut.
Padahal, pelintasan itu bisa dibilang cukup ramai. Dalam hitungan waktu lima menit, ada puluhan pengendara sepeda motor dan mobil yang lewat.
Sebagai warga setempat, Jaya, berharap KAI mau memperbaiki dan memberikan palang pintu di perlintasan itu. Dengan begitu, pengendara yang lewat bisa lebih merasa aman.