REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menjadwalkan pemeriksaan terhadap Presiden Direktur PT Lippo Karawaci, Ketut Budi Wijaya, dalam kasus dugaan suap pengurusan izin proyek pembangunan Meikarta, di Cikarang, Kabupaten Bekasi. Kali ini Ketut bakal diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro.
"Yang bersangkutan diperiksa untuk tersangka BS," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah dalam pesan singkatnya, Senin (10/12).
Belum diketahui, apa yang akan didalami penyidik KPK kepada Presiden Direktur PT Lippo Karawaci tersebut. Diketahui, saat ini penyidik KPK sedang menelisik adanya dugaan aliran dana dalam perubahan peraturan daerah tata ruang Kabupaten Bekasi dalam memuluskan izin proyek Meikarta.
Dalam kasus ini, KPK sudah menetapkan Bupati Bekasi periode 2017-2022 Neneng Hasanah Yasin (NHY) dan Direktur Operasional (DirOps) Lippo Group, Billy Sindoro (BS) sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta.
Selain Neneng dan Billy, KPK juga menetapkan tujuh orang lainnya yakni, dua konsultan Lippo Group, Taryadi (T) dan Fitra Djaja Purnama (FDP), serta Pegawai Lippo Group, Henry Jasmen (HJ).
Kemudian, Kepala Dinas PUPR Bekasi, Jamaludin (J), Kepala Dinas Damkar Bekasi, Sahat MBJ Nahar (SMN), Kepala Dinas DPMPTSP Bekasi, Dewi Tisnawati (DT) serta Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Bekasi, Neneng Rahmi (NR).
Sebagai pihak yang diduga pemberi suap, Billy, Taryadi, Fitra dan Henry Jasmen disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sementara yang diduga menerima suap, Neneng, Jamaludin, Sahat, Dewi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Neneng mendapat pasal tambahan yakni diduga penerima gratifikasi dan disangkakan melanggar Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.