Kamis 06 Dec 2018 20:30 WIB

BMKG Terangkan Fenomena Puting Beliung

Kecepatan angin puting beliung bisa mencapai 45 km/jam.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Indira Rezkisari
Angin puting beliung merobohkan sejumlah pohon dan atap rumah warga di sejumlah wilayah di Kota Bogor, Kamis (6/12) sore.
Foto: Republika/Ali Yusuf
Angin puting beliung merobohkan sejumlah pohon dan atap rumah warga di sejumlah wilayah di Kota Bogor, Kamis (6/12) sore.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menjelaskan fenomena angin puting beliung yang hari ini terjadi. BMKG menilai puting beliung biasa terjadi pada masa transisi.

Kepala Bagian Hubungan Masyarakat (Humas) BMKG Indonesia, Hary Djatmiko mengatakan, fenomena puting beliung merupakan fenomena cuaca alamiah yang biasa terjadi.  "Kejadian hujan lebat disertai kilat/petir dan angin kencang berdurasi singkat lebih banyak terjadi pada masa transisi/pancaroba musim baik dari musim kemarau ke musim hujan atau sebaliknya dan musim hujan saat kondisi cuaca cerah dan terik," katanya, Kamis (6/12).

Untuk kecepatan anginnya, dia menambahkan, dapat mencapai lebih dari 45 km/jam. Ia menyebut adanya  beberapa indikasi terjadinya hujan lebat disertai kilat/petir dan angin kencang berdurasi singkat diantaranya satu hari sebelumnya udara pada malam hari hingga pagi hari terasa panas dan gerah.

Kemudian, dia melanjutkan, udara terasa panas dan gerah diakibatkan adanya radiasi matahari yang cukup kuat ditunjukkan oleh nilai perbedaan suhu udara. Lalu disertai dengan kelembaban yang cukup tinggi ditunjukkan oleh nilai kelembaban udara di lapisan 700 mb atau di atas 60 persen.

"Kemudian mulai pukul 10.00 pagi terlihat tumbuh awan Cumulus (awan putih berlapis–lapis), diantara awan tersebut ada satu jenis awan yang mempunyai batas tepinya sangat jelas berwarna abu–abu menjulang tinggi seperti bunga kol," ujarnya.

Tahap berikutnya awan tersebut akan cepat berubah warna menjadi abu–abu atau hitam yang dikenal dengan awan Cb (Cumulonimbus). Kemudian pepohonan di sekitar tempat berdiri ada dahan atau ranting yang mulai bergoyang cepat, terasa ada sentuhan udara dingin di sekitar tempat kita berdiri.

Ia menambahkan, biasanya hujan yang pertama kali turun adalah hujan deras tiba–tiba. Apabila hujannya gerimis maka kejadian angin kencang jauh dari tempat kita.

"Jika satu sampai tiga hari berturut–turut tidak ada hujan pada musim transisi/pancaroba/penghujan, maka ada indikasi potensi hujan lebat yang pertama kali turun diikuti angin kencang baik yang masuk dalam kategori puting beliung maupun yang tidak," ujarnya.

Sifat-sifat putting beliung atau angin kencang berdurasi singkat diantaranya sangat lokal, luasannya berkisar 5–10 km, waktunya singkat sekitar kurang dari 10 menit, lebih sering terjadi pada peralihan musim (pancaroba). Selain itu, lebih sering terjadi pada siang atau sore hari, dan terkadang menjelang malam hari.

Juga bergerak secara garis lurus, tidak bisa diprediksi secara spesifik, hanya bisa diprediksi setengah sampai satu jam sebelum kejadian jika melihat atau merasakan tanda–tandanya dengan tingkat keakuratan kurang dari 50 persen, hanya berasal dari awan Cumulonimbus (Cb) dan bukan dari pergerakan angin monsoon maupun pergerakan angin pada umumnya. Tetapi tidak semua awan Cumolunimbus menimbulkan puting beliung

"Kemungkinannya kecil untuk terjadi kembali di tempat yang sama," ujarnya.

Sebelumnya, angin puting beliung terjang wilayah Kota Bogor, Jawa Barat, khususnya kelurahan Cipakudan Batutulis, Bogor Selatan, Kamis (12/6) sore.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement