Kamis 06 Dec 2018 07:35 WIB

Koruptor Minta Fasilitas ke Mantan Kalapas Sukamiskin

Koruptor menyuap kalapas agar mendapatkan fasilitas tersebut.

Rep: Djoko Suceno/ Red: Muhammad Hafil
Sidang perdana mantan Kepala Lapas Sukamiskin Wahid Husein, di Pengadilan Tipikor Bandung, Rabu (5/12).
Foto: Republika/Edi Yusuf
Sidang perdana mantan Kepala Lapas Sukamiskin Wahid Husein, di Pengadilan Tipikor Bandung, Rabu (5/12).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Mantan Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Kota Bandung, Wahid Husein, menjalani sidang perdana dalam kasus dugaan suap saat dia menjabat, Rabu (5/12) di Pengadilan Tipikor Bandung. Dalam sidang pertama tersebut, terdakwa yang mengenakan batik lengan panjang warna corak biru putih dan celana hitam terlihat tenang saat jaksa KPK membacakan surat dakwaan.

Ada dua surat dakwaan yang dibacakan jaksa. Dalam dakwaan pertama, Jaksa KPK, Trimulyo Hendradi menjerat Wahid dengan Pasal 12 huruf b UU No 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke1 juncto Pasal 65 Ayat 1 KHUP. JPU mengatakan, terdakwa terbukti bersalah menerima suap perizinan dari narapidana kasus korupsi Bakamla, Fahmi Dharmawansyah.

’’Terdakwa telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri,  berupa kejahatan selaku pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah,’’kata jaksa dalam dakwaannya.

Sementara dalam dakwaan kedua, Jaksa KPK menjerat Wahid dengan Pasal 11 huruf b UU No 20 Tahun 2001 tentang Tipiko, juncto Pasal 55 ayat 1  ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP. Berdasarkan pasal tersebut, ancaman hukuman terhadap Wahid maksimal 20 tahun penjara. Jaksa mengungkapkan, terdakwa telah menerima suap berupa sejumlah uang dari napi koruptor Fahmi.

Suap tersebut, kata jaksa, agar napi tersebut mendapat fasilitas istimewa serta berbagai kemudahan selama mendekam di sel tahanan. "Suap (uang) diberikan Fahmi melalui tahanan pendamping bernama Andri Rahmat dan Hendry Saputra (ajudan terdakwa),’’kata jaksa.

Sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim, Dariyanto, diawali dengan pertanyaan identitas diri, pekerjaan,  serta kondisi kesehatan terdakwa. Terdakwa menyatakan kondisi kesehtannya baik dan siap menjalni persidangan perdana. Selain itu, hakim juga menanyakan apakah terdakwa didampingi kuasa hukumnya. Menjawab pertanyaan tersebut terdakwa mengatakan disampingi kuasa hukum. ‘’Ada yang mulia,’’kata dia.

Menurut penuturan jaksa, praktik suap  yang dilakukan Wahid berlangsung sejak terdakwa menjabat sebagai Kapalas Sukamiskin, Maret 2018. Saat baru dilantik, terdakwa lberinisiatif mengumpulkan seluruh warga binaan (napi koruptor) di sebuah aula. Dalam pertemjuan tersebut, terdakwa memperkenalkan diri sebagai pejabat baru di Lapas Sukamiskin.

Setelah pertemuan di aula, kata jaksa, kemudian dilanjutkan dengan ‘silaturahmi’ lanjutan yang diwakili oleh tiga orang napi koruptor, yaitu Djoko Susilo (mantan Kakorlantas Polri), Fahmi Dharmawansyah (kasus Bakamla), dan Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan (adik Ratu Atut mantan gubernur Banten).

Hasil dari pertemuan tiga orang wakil Paguyuban Napi Tipikor tersebut intinya meminta agar terdakwa memberikan kemudahan dan fasilitas kepada warga binaan. Kemudahan tersebut, kata jaksa, yaitu izin keluar lapas, baik itu izin luar biasa ataupun izin berobat ke rumah sakit. ‘’Intinya wakil napi tipikor ini meminta agar permohonan tersebut diakomodir.

Jaksa mengungkapkan,  selain kemudahan, beberapa napi juga mendapatkan sejumlah fasilitas istimewa di kamarnya seperti kamar yang dilengkapi AC, televisi, hingga penggunaan telepon genggam. Terdakwa, kata jaksa, membiarkan hal tersebut terus berlangsung. Sebagai imbalan atas fasilitas dan kemudahan, terdakwa menerima sejumlah uang dari napi tipikor.’’Terdakwa melalui Hendry Saputra (ajudan) menerima sejumlah hadiah berupa barang dan uang dari warga binaan Lapas Sukamiskin,"tutur jaksa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement