Rabu 05 Dec 2018 22:13 WIB

Kesadaran Membuang Sampah pada Tempatnya Dinilai Kurang

Satpol PP Solo mengjukan tipiring kepada sembilan pelaku pembuangan sampah.

Rep: Binti Sholikah/ Red: Gita Amanda
Sejumlah sapi memakan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Putri Cempo, Solo, Jawa Tengah, Rabu (25/7).
Foto: Antara/Maulana Surya
Sejumlah sapi memakan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Putri Cempo, Solo, Jawa Tengah, Rabu (25/7).

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Kesadaran masyarakat dalam membuang sampah pada tempatnya dinilai masih kurang. Baru-baru ini, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Solo mengajukan perkara tindak pidana ringan (tipiring) terhadap sembilan pelaku membuang sampah sembarangan ke pengadilan.

Sekretaris Satpol PP Kota Solo, Arif Darmawan, mengatakan, sembilan pelaku tersebut ditangkap pada periode pertengahan November hingga akhir November 2018. Sebagian besar membuang sampah pada malam hari dan dini hari.

Pemkot Solo telah mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) NO 3 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Sampah. Pada 2016 dan 2017, Pemkot gencar melakukan sosialisasi dengan tindakan. Namun pada saat itu belum diajukan ke perkara tipiring.

"Ketika agak lengah 2018 ini luar biasa beberapa yang kami temukan itu masih ada perilaku membuang sampah sembarangan. Tidak hanya di sungai. Karena di Perda Nomor 3 Tahun 2010 itu diatur dilarang buang sampah tidak pada tempatnya. Artinya dimanapun itu," terangnya kepada wartawan, Rabu (5/12).

Penegakan Perda tersebut bakal dilakukam lebih tegas pada 2019. Nantinya, Satpol PP akan mempersiapkan personelnya untuk melakukan pemantauan ketika angkutan umum atau pengendara kendaraan pribadi yang membuang sampah di sembarang tempat akan dilakukan penindakan.

"Tapi saat ini kami khususnya masih fokus di sungai kaitannya kita sadar prokasih atau program kali bersih," imbuhnya.

Arif menegaskan, penegakan Perda tersebut saat ini sudah bukan persuasif lagi melainkan sudah yustisi. Sebab, di dalam Perda tersebut diatur jelas mengenai ancaman kurungan maksimal tiga bulan dan atau denda maksimal Rp 50 juta.

Menurutnya, kendala penegakan Perda terletak pada sulitnya mengubah perilaku masyarakat. Karenanya, diperlukan edukasi terus menerus dengan sosialiasi secara masif, dan pembinaan secara masif. Kendala lainnya, ada budaya di masyarakat mengenai membuang sampah tertentu di sungai untuk membuang sial.

Arif mencontohkan, pelaku membuang sampah sembarangan seperti Pedagangan Kaki Lima (PKL) yang membuang sampah mereka sekalian pulang dari berdagang. Selain itu, pagi-pagi saat orang tua mengantar anaknya sekolah sekalian membuang sampah ke sungai. Bahkan, terkadang orang tua menyuruh anaknya yang membonceng di belakang untuk melempar sampahnya.

"Dari temuan kami, beberapa sungai yang kerap dijadikan tempat untuk membuang sampah, seperti Jembatan Mojo, Jembatan Komplang, dan lainnya," imbuhnya.

Menurutnya, yang membuang sungai di lokasi-lokasi tersebut tidak hanya warga Solo, melainkan juga dari daerah sekitar Solo.

Sebelumnya, tiga warga dari sembilan orang tersebut telah dibuatkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Rencananya, mereka akan disidang di Pengadilan Negeri (PN) pada pekan ini. Namun, setelah ada penangkapan pelaku lainnya, sidang diundur pekan depan.

"Penyadaran itu kami dorong juga kejadian kemarin ketika sudah kita BAP sampai saat ini belum tertangkap lagi. Tapi terus kami lakukan pemantauan," ungkapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement