REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di era digital yang mana segala informasi sudah sangat terbuka dan tidak ada batas tentunya menjadi suatu hal yang menggembirakan. Hal ini tentunya menjadi sesuatu yang menarik bagi masyarakat Indonesia.
Namun tidak sedikit kelompok-kelompok yang memanfaatkan dunia internet ini untuk menyebarkan propaganda radikalisme, ujaran kebencian dan berita bohong yang tentunya dapat memecah belah persatuan bangsa.
Peneliti di Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), Dr Adnan Anwar menilai perlu adanya relawan milenial dalam menebar konten-konten perdamaian di dunia maya. Hal ini dilatar belakangi kondisi bangsa yang semakin tidak sehat di dunia maya dengan adanya ujaran-ujaran kebencian dan berita hoaks yang makin marak
“Melihat kondisi dunia maya di negara kita yang tidak sehat pada akhir-akhir ini tentunya keberadaan relawan penebar konten perdamaian di dunia maya sangat penting sekali. Hal ini karena ada desain dari kelompok-kelompok yang memang secara sistematis menyebarkan berita kebohongan atau kebencian, kalua hal ini dibiarkan tentunya akan dapat merusak dan memecah belah persatuan antar masyarakat bangsa ini,” kata Adnan, Selasa (4/12).
Lebih lanjut Adnan mengjelaskan, kelompok-kelompok tersebut selama ini sangat serius dan masif dalam menggunakan internet melalui media sosial ini, Untuk itu harus ditandingi secara serius juga yang tentunya dengan berbagai cara seperti melalui regulasi dari pemerintah termasuk semacam relawan perdamaian di dunia maya yang menurutnya sangat bagus untuk digalakkan dan digerakkan secara sistematis
“Kenapa harus dilakukan secara sistematis? Karena apa yang dilakukan kelompok-kelompok tersebut merupakan propaganda. Jadi harus dilawan dengan strategi kontra propaganda yang tempat, sehingga awareness (kesadaran) masyarakat akan bahayanya berita propaganda yang digunakan sebagai rujukan itu pada suatu masa tertentu akan menimbulkan dampak yang sangat membahayakan yaitu konflik horizontal, dimana konflik horizontal antar sesama masyarakat inilah yang paling ditakutkan,” kata mantan Wakil Sekjen Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PB NU) ini.
Untuk itulah menurutnya dalam melaksanakan penangkalan secara sistematis ini juga harus dirumuskan juga strateginya secara benar, lalu segmentasi berdasarkan umur, dan juga berdasarkan demografi. Umur itu diklasifikasikan apakah termasuk generasi milenial atau generasi tua. Kemudian demografi itu apakah desa, sub urban, urban sampai ke Metropolitan yang berbeda-beda, termasuk status pekerjaan.
“Kadang-kadang satu isu disebar oleh segmen semua kelompok tapi hasilnya sama, yakni menimbulkan kegaduhan. Jadi ini harus ada upaya perlawanan yang sistemnya sistematik. Dan srateginya ketika berita atau kampanye yang kita lakukan itu benar-benar bisa meruntuhkan upaya propaganda mereka yang akan memecah belah itu dengan berita-berita yang tidak benar dan tidak bertanggung jawab,” ujarnya.