REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM --T erpidana kasus UU ITE, Baiq Nuril, lewat tim kuasa hukumnya telah menerima salinan putusan dari Mahkamah Agung (MA) pada Selasa (4/12). Anggota tim kuasa hukum Baiq Nuril, Yan Mangandar Putra, mengatakan, salinan putusan menjadi dasar bagi tim kuasa hukum untuk mengajukan peninjauan kembali (PK).
"Tadi kami terima salinan putusannya sekitar pukul 11.00 WITA yang diantarkan oleh Jurusita PN Mataram Abdul Wahab. Terkait materinya belum bisa kami komentari sekarang, InsyaAllah Kamis lusa," ujar Yan di Mataram, NTB, Selasa (4/12).
Yan mengaku belum dapat memastikan ekspos eksaminasi akan dilakukan lantaran baru menerima salinan putusan. "Karena salinan baru kami terima hari ini dan kami informasikan ke ahli, jadi belum bisa dipastikan kapan ekspos eksaminasinya, tim hukum berharap eksaminasinya ada yang jadi sebelum kami ajukan memori PK," lanjutnya.
Yan menyampaikan, tim kuasa hukum sedang mempersiapkan untuk segera mengajukan PK. "PK paling lama tiga minggu. Tiga minggu itu waktu maksimal, jadi kami upayakan sebelumnya. Alurnya kami ajukan permohonan dan memori PK ke Ketua Mahkamah Agung melalui Ketua Pengadilan Negeri Mataram," kata dia menambahkan.
Baca juga
- MA: Hakim Putus Perkara Baiq Nurul Berdasarkan Fakta Hukum
- Saran Jokowi untuk Baiq Nuril
- Mantan Atasan Baiq Nuril Diperiksa Polisi NTB
Baiq Nuril yang merupakan mantan staf tata usaha di SMAN 7 Mataram, mengaku mendapat pelecehan pada pertengahan 2012. Saat itu, Nuril masih berstatus sebagai pegawai honorer di SMAN 7 Mataram.
Satu ketika dia ditelepon oleh atasannya berinisial Muslim. Perbincangan antara Muslim dan Nuril berlangsung selama kurang lebih 20 menit. Dari 20 menit perbincangan itu, hanya sekitar lima menit yang membicarakan soal pekerjaan. Sisanya, Muslim malah bercerita soal pengalaman seksualnya bersama dengan wanita yang bukan istrinya.
Perbincangan itu pun terus berlanjut dengan nada-nada pelecehan terhadap Nuril. Terlebih, Muslim menelepon Nuril lebih dari sekali. Nuril pun merasa terganggu dan merasa dilecehkan oleh Muslim melalui verbal. Tak hanya itu, orang-orang di sekitarnya menuduhnya memiliki hubungan gelap dengan Muslim.
Merasa jengah dengan semua itu, Nuril berinisiatif merekam perbincangannya dengan Muslim. Hal itu dilakukannya guna membuktikan dirinya tak memiliki hubungan dengan atasannya itu. Kendati begitu, Nuril tidak pernah melaporkan rekaman itu karena takut pekerjaannya terancam.
Hanya saja, ia bicara kepada Imam Mudawin, rekan kerja Baiq, soal rekaman itu. Namun, rekaman itu malah disebarkan oleh Imam ke Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Mataram.
Diketahui, penyerahan rekaman percakapannya dengan Muslim, hanya dilakukan Nuril dengan memberikan ponsel. Proses pemindahan rekaman dari ponsel ke laptop dan ke tangan-tangan lain sepenuhnya dilakukan oleh Imam.
Merasa tidak terima aibnya didengar oleh banyak orang, Muslim pun melaporkan Nuril ke polisi atas dasar Pasal 27 Ayat (1) Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Padahal rekaman tersebut disebarkan oleh Imam, namun malah Nuril yang dilaporkan oleh Muslim.
Kasus ini pun berlanjut hingga ke persidangan. Setelah laporan diproses, Pengadilan Negeri Mataram memutuskan Nuril tidak bersalah dan membebaskannya dari status tahanan kota.
Kalah dalam persidangan, Jaksa Penuntut Umum mengajukan banding hingga kasasi ke Mahkamah Agung. Singkat cerita pada 26 September 2018 lalu, MA memutus Nuril bersalah dan menghukumnya dengan pidana enam bulan penjara dan denda Rp 500 juta.