REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Sekretaris Tim Kampanye Nasional (TKN) pemenangan pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 01, Raja Juli Antoni menyatakan, pihaknya menunggu hasil pemeriksaan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terkait adanya dugaan pelanggaran kampanye dalam aksi Reuni 212, Ahad (2/12). Antoni mengatakan, TKN telah meminta bawaslu untuk menyelidiki pernyataan Habib Rizieq Shihab (HRS) serta simbol yang digunakan dalam aksi masuk dalam kategori pelanggaran kampanye.
"Kami dalam posisi pasif untuk menunggu bagaimana Bawaslu menjadi institusi netral, menjadi wasit yang imparsial," kata Raja Juli Antoni di Jakarta, Senin (3/12).
Namun, Antoni menegaskan, potongan pidato HRS dalam aksi tersebut memang ada ekspresi mendukung atau menolak atau meminta pergantian presiden. Dia mengatakan, pernyataan itu sudah tentu merujuk pada calon tertentu.
"Tapi sekali lagi kami tidak mau karena ini masih terlalu dini dan kami hanya memohon kepada bawaslu, mereka agar menjadi wasit yang fair," kata Antoni lagi.
Direktur Advokasi dan Hukum TKN Koalisi Indonesia Kerja (KIK) Ade Irfan Pulungan sebelumnya mengaku menyesal atas keputusan Bawaslu DKI yang mengatakan tidak ada pelanggaran aturan kampanye dalam pidato melalui teleconference yang dilakukan HRS. Menurut Irfan, putusan tersebut masih terlalu awal untuk disimpulkan.
Dia mengatakan, TKN KIK justru melihat ada beberapa poin yang dapat dikategorikan sebagai dugaan pelanggaran kampanye pemilu. Dia mengatakan, pertama pelanggaran didapati dari nyanyian lagu-lagu yang menyuarakan presiden berbohong. Kedua, nyanyian dan teriakan ganti presiden dan ketiga, pernyataan dari Habib Rizieq.
Anggota Bawaslu Rahmat Bagja mengungkapkan, ada sejumlah dugaan pelangggaran kampanye selama pelaksanaan Reuni 212 pada Ahad (2/12). Selain dugaan pelanggaran dalam pidato Rizieq Shihab, Bawaslu juga mencermati ujaran 'ganti presiden'.
Bagja mengatakan, selama kegiatan berlangsung, sempat diputar lagu "2019 Ganti Presiden". Menurut Bagja, hal ini termasuk pelanggaran.
"Itu pelanggaran ya. Dan sudah kami minta untuk dihentikan pemutarannya saat itu. Panitia kemudian menghentikannya," ujar Bagja ketika dihubungi, Senin (3/12).
Pemutaran lagu itu, lanjut dia, dilakukan di jalan pada saat aksi terjadi. Bagja memastikan bahwa tidak ada lagu "2019 Ganti Presiden" yang diputar di atas panggung selama aksi Reuni 212.
"Kejadiannya di tengah jalan, on the spot sudah dihentikan. Menurut aturan KPU, Bawaslu bisa menghentikan pelanggaran yang terjadi," ungkapnya.
Saat disinggung apakah mungkin kejadian ini ditindaklanjuti sebagai dugaan pelangggaran, Bagja menyerahkan kepada Bawaslu DKI Jakarta. Sebab, pengawasan aksi Reuni 212 sudah diberikan kepada Bawaslu provinsi.
Namun, dia menegaskan bahwa pemutaran lagu seperti itu tidak boleh dilakukan. "Presiden saat ini siapa? Kok tiba-tiba ada ujaran seperti itu," tuturnya.
Meski begitu, Bagja mengakui jika tidak bisa menindak ujaran-ujaran "2019 Ganti Presiden" yang dilontarkan masyarakat. Dia menilai, ujaran semacam itu tidak terkondisikan terjadi.