Senin 03 Dec 2018 19:07 WIB

Mereka yang Memuji dan Mengkritik Reuni 212

Kritikan terkait dengan nuansa politis kegiatan tersebut.

Rep: Umar Mukhtar/Fauziah Mursid/Antara/ Red: Teguh Firmansyah
Suasana masa mengikuti reuni aksi 212 di Lapangan Monumen Nasional, Jakarta, Ahad, (2/12).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Suasana masa mengikuti reuni aksi 212 di Lapangan Monumen Nasional, Jakarta, Ahad, (2/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aksi Reuni 212 telah berlangsung secara damai dan tertib pada Ahad (2/12) lalu. Tak ada insiden berarti meski jumlah massa yang memenuhi seluruh sudut monas hingga daerah-daerah di sekitar seperti Bundaran HI atau Tugu Tani.

Aksi ini tak pelak menuai banyak pujian, baik dari kalangan tokoh pemerintahan, politisi maupun pengamat.  Tapi tak juga luput dari kritikan karena dianggap bernuansa politis.

Salah satu yang memuji Reuni 212 adalah Pengasuh Pondok Pesantren Al-Faros, Jawa Timur, KH Irfan Yusuf atau akrab disapa Gus Irfan menilai berlangsungnya Reuni 212 adalah cerminan dari semangat persatuan umat Islam di Indonesia.

Baca juga, Polisi Apresiasi Kegiatan Reuni 212 yang Berjalan Tertib.

Menurut Irfan Yusuf, tidak tepat bila acara tersebut dicap politis dan dimodali oleh pihak-pihak tertentu.  "Semua kan bisa dibilang politis kalau kita melihat dari kaca mata politis. Kalau kita lihat dari kacamata dakwah dan persatuan, ya ini persatuan," kata Gus Irfan dalam keterangan tertulisnya diterima di Jakarta, Senin (3/12).

Salah satu cucu pendiri Nahdlatul Ulama (NU) ini mengaku ikut ambil bagian dalam Reuni Mujahid 212 yang digelar di kawasan Monas, Jakarta, Ahad (3/12). Ia berangkat dari Surabaya menuju Jakarta pada Sabtu malam, menggunakan pesawat terakhir pada hari itu.

Direktur Eksekutif Lembaga Emrus Corner, Emrus Sihombing juga memuji aksi itu. Menurutnya, reuni yang berjalan damai dan tertib itu bisa menjadi role model bagi Indonesia, bahkan dunia. "Mengapa tidak proses perencanaan dan pelaksanaan Reuni 212 ini dibuat menjadi role model,” ucap Emrus dalam siaran pers pada Senin (3/12).

Terlepas dari agenda dan wacana sebagian anggota masyarakat yang menilai reuni 212 bermuatan politik, ia justru menilai pelaksanaan Reuni 212 berlangsung sangat baik, tertib, dan teratur, meski diikuti banyak peserta.

Ia menyarankan ke depan kegiatan publik seperti konser, silaturahim politik, perayaan pergantian tahun, penyampaian aspirasi atau kegiatan lain yang mengikutsertakan masyarakat banyak, dapat mencontoh peserta Reuni 212.

Ketua Komisi Dakwah MUI Cholil Nafis mengatakan kegiatan tersebut berjalan dengan baik dan aman. “Perkumpulan umat Islam harus selalu menjadi bukti kebaikan masyarakat,” ujarnya kepada Republika.co.id, Senin (3/12).

Sehari sebelumnya Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengapresiasi para peserta Reuni 212 baik yang berasal dari Jakarta dan daerah lain karena telah menjaga ketertiban kegiatan sejak pagi hingga siang hari.  Dengan sikap ini, ia berharap Monas juga bisa dinikmati oleh pengunjung lain selayaknya pada hari Minggu lainnya meski sudah digunakan untuk kegiatan berskala besar.

photo
Majelis Ta' lim Ath- Thooriq, Kalipasir, Menteng dalam acara reuni 212 mengibarkan bendera tauhid warna warni. Majelis Ta'lim ini berbasis anak muda.

Adapun kritik atas kegiatan ini salah satunya datang dari PKB.  Ketua DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jazilul Fawaid menyarankan agar Persaudaran Alumni (PA) 212 membentuk partai politik. Itu disampaikan Jazilul lantaran ia menilai sejumlah aksi yang diinisiasi oleh PA 212 mengandung unsur politis.

Menurutnya dengan adanya partai politik, PA 212 lebih jelas dalam hal memperjuangkan aksi-aksinya tersebut. "Kalau gentle bikin partai, supaya tahu, kan perjuangan politik itu ada koridornya, bukan di lapangan, tunjukkan kalau memang mau berpolitik bikin partai," ujar Jazilul di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (3/12).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement