REPUBLIKA.CO.ID, LOMBOK TIMUR -- Cagar budaya berusia 600 sampai 700 tahun di Desa Sembalun Lawang, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat rusak berat akibat gempa Juli lalu. Rumah adat yang rusak hingga kini belum terurus.
Gempa membuat dua dari tujuh rumah rata dengan tanah. Empat rumah adat lainnya rusak pada bagian lantai. Rumah adat di Desa Sembalun Lawang beratap jerami atau rumput ilalang dengan dinding anyaman bambu dan lantai tanah berlapis kotoran sapi itu
"Seperti itu kondisinya. Rencananya pemerintah desa akan melakukan renovasi pada 2019 dengan konsep yang sama," kata Humas Karang Taruna Desa Sembalun Lawang yang juga pengelola Rumah Adat Bukit Selong di Sembalun, Hamidun, Senin (3/12).
Hamidun mengatakan setelah gempa tidak ada lagi wisatawan yang berkunjung ke kompleks rumah adat peninggalan nenek moyang warga Sembalun itu. "Seperti yang dilihat, kondisinya memprihatinkan. Hanya sapi yang berkeliaran. Kami sudah minta warga tidak membiarkan sapinya masuk ke areal cagar budaya tersebut," katanya.
Rumah Adat Desa Beleq di Sembalun. Ilustrasi
Hamidun selaku pengelola rumah adat sudah mengajukan proposal ke pemerintah desa agar memperbaiki cagar budaya tersebut menggunakan dana desa. Permohonan bantuan untuk perbaikan rumah adat juga sudah diajukan ke Pemerintah Kabupaten Lombok Timur, dan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat.
"Kami ingin itu segera diperbaiki karena banyak wisatawan domestik dan mancanegara yang datang untuk melihat peninggalan bersejarah ini," kata Hamidun sambil menunjuk ke satu rumah adat yang rata dengan tanah.
Sekretaris Dinas Pariwisata Kabupaten Lombok Timur Mertawi mengakui pemerintah daerah belum memberikan perhatian khusus pada Rumah Adat Sembalun pascagempa. "Rumah adat tersebut juga destinasi wisata, pasti ada upaya perbaikan," katanya.
Ia mengatakan pemerintah daerah akan membantu perbaikan rumah adat tersebut, yang merupakan peninggalan tujuh keluarga yang memulai kehidupan baru di Sembalun setelah Gunung Samalas (Gunung Rinjani) meletus pada 1257. "Bangunan berusia ratusan tahun tersebut memiliki filosofi yang tinggi dan erat kaitannya dengan kebudayaan warga Sembalun pada zaman kerajaan yang diwariskan hingga saat ini," kata Mertawi yang juga Ketua Lembaga Adat Sembalun Lawang.