Ahad 02 Dec 2018 06:03 WIB

Moby Dick dan Sampah Plastik

Sepertiga ikan di dunia juga mengandung mikroplastik atau butiran plastik

Asma Nadia
Foto: Daan Yahya/Republika
Asma Nadia

REPUBLIKA.CO.ID Oleh: Asma Nadia

Kapten Ahab mengumpulkan kru untuk mengarungi lautan dalam sebuah misi balas dendam. Mendengar berita tentang paus yang pernah melenyapkan salah satu tungkai kakinya hingga hilang dari lutut ke bawah membuatnya berambisi untuk menghabisi nyawa sang predator laut tersebut.

“Siapa pun yang melihat pertama, akan saya beri hadiah,” serunya sambil menunjukkan sebuah koin emas yang menggiurkan siapa saja.

Dengan percaya diri, sang kapten pergi mengarungi lautan diiringi beberapa kapal yang sudah dilengkapi berbagai senjata yang cukup untuk membunuh paus yang sangat dibencinya. Tak menunggu lama, para pemburu paus berhasil menemukan lokasi Moby Dick, paus sperma yang mereka kejar.

Segera serangan tombak pun diluncurkan. Sang paus berhasil menghindar dan melakukan perlawanan. Satu per satu kapal para pemburu berhasil dihancurkan. Satu per satu pemburu paus pun tewas dalam pertempuran tak seimbang.

Hingga hari ketiga, tinggal Kapten Ahab dan Moby Dick yang bertahan. Kekuatan energi dendam yang membara tidak membuat sang kapten gentar. Berbekal senjata tombak yang tersisa, ia membidik sang paus.

Dengan satu sentakan, tombak meluncur ke tubuh paus. Tali di belakang tombak mengulur panjang mengikuti arah tombak yang berhasil menancap di tubuh paus. Kini saatnya tali ditarik untuk membawa paus mati sebagai trofi kemenangan.

Akan tetapi, Moby Dick bukan paus biasa. Ia meronta dan berenang jauh ke dalam lautan. Tali yang sedianya digunakan untuk menarik sang paus justru berbalik, membuat kapal tertarik ke lautan. Bahkan, tali menjerat Kapten Ahab, membuatnya tenggelam ke samudra dalam dan kehilangan nyawa.

Kisah di atas adalah ilustrasi bebas dari novel Moby Dick karya Herman Melville yang diterbitkan tahun 1851. Beratus tahun kisah ini berhasil menggambarkan keperkasaan paus yang jaya di lautan.

Namun, kini, 167 tahun kemudian, tidak dibutuhkan Kapten Ahab untuk membunuh paus. Tidak perlu juga menyiapkan tombak raksasa untuk melumpuhkan seekor paus sperma. Bahkan, manusia tidak harus pergi ke laut untuk membuat mamalia terbesar di dunia itu tewas.

Cukup dengan membuang sampah plastik sembarangan, manusia telah membunuh paus dengan mudah. Seekor paus sperma yang ditemukan mati terdampar di perairan Pulau Kapota, Taman Nasional Wakatobi, Sulawesi Tenggara, Senin (19/11) bisa menjadi contoh.

Berita paus mati terdampar bukan sesuatu yang baru. Namun, apa yang ditemukan dalam perut paus tersebut cukup mengejutkan dunia.

WWF Indonesia mengungkap sejumlah benda yang mengisi perut sang paus. "Terdapat 5,9 kg sampah plastik ditemukan di dalam perut paus malang ini! Sampah plastik, yaitu plastik keras (19 pcs, 140 gr), botol plastik (4 pcs, 150 gr), kantong plastik (25 pcs, 260 gr), sandal jepit (2 pcs, 270 gr), didominasi oleh tali rafia (3,26 kg) dan gelas plastik (115 pcs, 750 gr)."

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement