Jumat 30 Nov 2018 05:19 WIB

'Bang Doel' Turun Tangan Gerakkan Budaya Membaca

Memfilmkan cerita dari buku bisa membuat masyarakat tertarik membaca buku

Rep: Mimi Kartika/ Red: Bilal Ramadhan
Rano Karno
Foto: Republika/Rusdi Nurdiansyah
Rano Karno

REPUBLIKA.CO.ID, Puluhan pegiat gerakan literasi dan penggagas Taman Bacaan Masyarakat (TBM) di DKI Jakarta berkumpul di Perpustakaan Umum Daerah Provinsi DKI Jakarta, Jakarta Pusat, Kamis (29/11). Mereka menghadiri diskusi mengenai Gerakan Pembudayaan Kegemaran Membaca yang digagas Dinas Perpustakaan dan Arsip Provinsi DKI Jakarta.

Dalam diskusi tersebut ada dua narasumber yakni Rano ‘Si Doel’ Karno dan Tenik Hartono selaku Direktur Komunitas Aksaramaya. Komunitas ini merupakan sebuah perusahaan teknologi digital yang mengembangkan aplikasi perpustakaan digital berbasis media sosial bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta.

Rano Karno mengaku gemar membaca buku sejak masih anak-anak. Menurut dia, buku adalah teman yang selalu menemaninya sejak kecil. Ia mengatakan, karena membaca buku itulah yang membuatnya menjadi sosok seperti sekarang. Sosok yang dikenal sebagai publik figur sampai menjadi orang nomor satu di Banten.

"Buku jadi teman, akibat buku itulah yang membuat saya seperti sekarang," ujar pria yang akrab disapa Bang Doel itu, Kamis (29/11).

Sehingga, ia mengatakan, generasi muda harus selalu gemar membaca buku. Meski mereka hidup di era teknologi digital yang berkembang pesat, tetapi budaya membaca tidak boleh luntur. Baik membaca buku digital maupun buku konvensional.

Mantan Gubernur Banten itu mengatakan, minat belajar anak sangat tinggi termasuk membaca buku. Ia menyebut, apabila ingin meningkatkan minat baca maka pihak perpustakaan juga harus turun dan bergerak mendatangi masyarakat. Sebab, menurut dia, ada sebagian masyarakat yang belum bisa menjangkau perpustakaan.

"Kita harus bergerak mengunjungi masyarakat, mobil perpustakaan keliling diaktifkan," kata dia.

Selain itu, untuk meningkatkan masyarakat Jakarta mengunjungi perpustakaan, menurutnya pihak perpustakaan harus mengemas dengan sesuatu yang menarik perhatian terutama generasi milenial. Menurutnya, minat baca masih sangat tinggi, tetapi apa yang mereka baca perlu dianalisa.

Ia menjelaskan, saat ini generasi milenial lebih tertarik menonton film dibandingkan membaca buku. Hal itu terlihat dari jumlah penonton film Dilan 1990 yang mencapai 6 juta penonton. Jumlah penonton film lebih banyak dibandingkan dengan jumlah buku tersebut yang dicetak.

Ia mengatakan, penulis juga harus diberikan penghargaan atas film yang diproduksi berdasarkan bukunya. Sehingga, nantinya para penulis mendapatkan semangat untuk menghasilkan karya yang dapat menarik minat baca masyarakat.

Tenik Hartono menambahkan, ketika film Dilan 1990 ditayangkan di bioskop, bukunya yang ada di Jakarta pun laris dipinjam bahkan sampai menimbulkan antrean peminjaman. Hal tersebut juga berlaku pada buku Tenggelamnya Kapal Van der Wijck setelah ceritanya difilmkan.

"Membludak generasi milenial penasarannya dengan bukunya, mencari bukunya dengan membandingkan sehingga antrean buku digital di Jakarta sangat panjang," jelas Tenik.

Sehingga menurut dia, perlu juga memproduksi film-film yang dibuat berdasarkan buku agar masyarakat juga tertarik membaca buku. Selain itu, ia mengatakan para pegiat TBM maupun perpustakaan daerah yang ada di Jakarta perlu mengemasnya dengan berbagai kegiatan yang menarik.

Tenik mengatakan, orang-orang yang datang ke perpustakaan merupakan mereka yang mempunyai tujuan membaca buku untuk mendapatkan wawasan. Perpustakaan dan TBM yang ada di lingkungan masyarakat juga bisa menjadi pusat komunitas untuk beredukasi.

Ia menyebut, perpustakaan bisa menyelenggarakan kegiatan-kegiatan yang bisa menarik masyarakat untuk datang ke perpustakaan. Tenik mencontohkan, seperti kelas menulis kreatif, kelas memasak, kelas berkreasi, sampai kelas membuat curriculum vitae berdasarkan buku-buku yang ada di perpustakaan itu sendiri.

"Bagaimana membuat bunga dari kertas itu kalau di buat kelasnya kemudian dibuat dijual itu bisa mensejahterahkan masyarakat," kata Tenik.

Sementara itu, pegiat TBM KDA Bhumi Tridharma di Jakarta Selatan, Yopie Dahlan berharap, pemerintah bisa memberi perhatian khusus kepada TBM. Menurut pria yang telah pensiun itu, keberlangsungan TBM perlu dibantu pemerintah baik dalam materi maupun dukungan kegiatan.

"Kami harap perhatian dari pemerintah dan Dinas Perpustakaan dan Arsip karena kami sudah sukarela memberikan waktu, tenaga, bahkan materi untuk kegiatan TBM, biar TBM ini berlangsung enggak cuma satu dua tahun saja," kata Yopie.

Ia menceritakan, TBM miliknya telah beroperasi selama delapan tahun. Saat ini sudah mempunyai koleksi sekitar 8.000 buku yang berasal dari Kementerian Pendidikan serta kerabat dan teman-teman yang ikut menyumbangkan buku. Serta ada 400 anak-anak dari jenjang TK sampai SMA yang terdaftar kegiatan di TBMnya.

Namun, menurut dia yang aktif hanya anak-anak yang duduk di bangku Sekolah Dasar dan Taman Kanak-kanak. Kegiatan rutinnya di TBM adalah anak-anak diminta menceritakan kembali cerita yang diberikan oleh pencerita. Serta menulis kembali apa yang diceritakan oleh pencerita.

"Jadi mereka itu sekaligus belajar tiga hal, membaca, menulis, dan berbicara. Bahkan ini harusnya dilombakan untuk melatih mereka berusaha lebih," tutur Yopie.

Ia berharap dengan TBM ini, ia sebagai masyarakat bisa turut serta mewujudkan generasi bangsa gemar membaca buku. Sebab, menurut dia, anak-anak bisa sukses dan berhasil dengan membaca buku-buku. Apabila generasi muda ini sukses, Indonesia khususnya Jakarta bisa menjadi kota yang maju.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement