REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Pemerintah Provinsi Sumatra Barat menyurati pemerintah pusat agar ikut turun tangan terkait tertundangan pengerjaan fisik tol Padang-Pekanbaru. Hingga November 2018 ini, pengerjaan fisik memang belum bisa dimulai lantaran alotnya kesepakatan harga ganti rugi untuk ruas kilometer (km) nol sampai km 4,2 pertama.
Padahal groundbreaking seksi I yang dimulai dari Padang Pariaman sudah dilakukan oleh Presiden Jokowi pada awal 2018 lalu.
"Dari 80 pemilik lahan tadi baru 3 yang nyatakan setuju. Terakhir kami kirim dan penyelesaian harus diskresi. Kami sudah kirim surat ke KSP, Pak Moeldoko. Isinya minta beliau jembatani menteri terkait atas isu jalan tol," jelas Wakil Gubernur Sumatra Barat Nasrul Abit usai rapat tentang pembangunan tol Padang-Pekanbaru, Kamis (29/11).
Nasrul mengungkapkan bahwa inti permasalahannya adalah rendahnya harga yang dipatok oleh tim appraisal (penilai). Harga yang ditawarkan kepada pemilik lahan ternyata di bawah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Awal semester II 2018, negosiasi harga lahan masih berkisar di rentang Rp 32 ribu hingga Rp 286 ribu per meter persegi.
"Sementara ini (ruas 0-4,2 km) kami tinggal dulu karena ini sudah masuk pengadilan. Konsinyasi ini kalau sukses ya kita jalan. Namun kalau tidak, kita cari solusi lain," kata Nasrul.
Pemprov Sumbar pun memutuskan untuk 'meninggalkan' sementara urusan pengerjaan untuk ruas 0-4,2 km yang saat ini masih diproses di pengadilan. Sambil menunggu, pemerintah mulai menggarap seksi selanjutnya yakni ruas km 4,2 hingga km 30,4. Pemerintah saat ini mulai memanggil seluruh pemangku kepentingan termasuk camat dan tokoh masyarakat untuk membicarakan ganti rugi lahan.
"Tadi dipanggil ada empat camat dan keputusan pertama diambil bahwa semua sepakat untuk kami mulai lagi proses tahap kedua jalan tol. Dengan pengalaman yang lalu agar kami lakukan kajian secara teliti mulai dari pemilik tanah," kata Nasrul.
Wakil Bupati Padang Pariaman Suhatri Bur menambahkan bahwa molornya proses pengerjaan seksi I tol Padang-Pekanbaru ini sama sekali tak terkait alasan politis. Menurutnya, sejak awal Presiden dan Menteri PUPR sudah menegaskan bahwa pembebasan lahan masyarakat harus ganti untung dan bukan ganti rugi. Namun, kenyataannya masyarakat justru dirugikan. Sebab, harga yang dipato malah di bawah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
"Masyarakat tidak menghalangi. Buktinya, belum ada ganti rugi pun warga sudah berikan tanahnya. Masyarakat bukan minta ganti karena keinginan, namun sesuai harga pasar," kata Suhatri Bur usai menggelar rapat.
Meski begitu, terang Suhatri Bur, pihaknya tetap berkomitmen untuk melanjutkan pembangunan jalan tol yang seksi pertamannya dimulai dari Bypass Padang Pariaman-Sicincin dengan panjang 30,4 kilometer. Pembangunan jalan tol dari Padang Pariaman akan di mulai dari titik 4,2 kilometer hingga 30,4 kilometer.
"Kedepan kita harap tidak ada lagi persoalan. Apapun keinginan masyarakat, kita akan akomodir dengan tidak merusak aturan jalan tol itu sendiri," katanya.