REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Harry Azhar Azis mengatakan bahwa operasi tangkap tangan KPK yang melibatkan pejabat di daerah yang sudah mendapatkan predikat WTP dapat terjadi karena BPK hanya memeriksa hal-hal yang berkaitan dengan uang negara.
"Opini WTP hanya berhubungan dengan pemeriksaan uang negara, tidak uang pihak ketiga," kata Harry saat menyampaikan orasi ilmiahnya dalam pengukuhan jabatan Guru Besar bidang Ilmu Ekonomi, di Universitas Airlangga, Surabaya, Jawa Timur, Senin (26/11).
Menurutnya penyuapan biasanya terjadi menggunakan uang pihak ketiga. Ia menambahkan bahwa hasil pemeriksaan BPK hanya dapat diproses ke jalur hukum jika ditemukan adanya penggunaan uang negara yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
"Apabila pemeriksaan BPK menemukan uang negara yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dan tidak ditindaklanjuti, kasus ini dapat berakhir di penegakan hukum," kata Harry yang saat ini menjabat sebagai Anggota VI BPK RI.
Ia menjelaskan bahwa penegakan hukum adalah sesuatu yang penting agar tidak ada penyelewengan uang negara. "Penegakan hukum menjadi penting, karena bila tidak, banyak uang negara dengan mudah diselewengkan atau tidak dipertanggungjawabkan," ucapnya.
Dalam orasi ilmiahnya, ia juga menyarankan agar BPK tidak hanya berfokus pada pemeriksaan administrasi saja, namun juga memberi perhatian pada kinerja.
"Pemeriksaan kinerja harus makin menjadi perhatian. Oleh karena ini menyangkut dimensi ekonomis, efisiensi, dan efektivitas suatu alokasi anggaran," tuturnya.
Menurutnya dengan cara tersebut, maka penggunaan anggaran yang tidak efektif dapat segera terdeteksi.
Dalam acara pengukuhan Prof Harry Azhar sebagai guru besar tersebut, dihadiri oleh sejumlah pejabat dan tokoh bangsa, di antaranya Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Prof Mohamad Nasir, anggota DPR Akbar Faizal, anggota Dewan Pertimbangan Presiden Suharso Monoarfa, mantan Ketua DPR Akbar Tanjung, mantan Menpan RB Asman Abnur, mantan Ketua DPR Marzuki Alie, Gubernur Jawa Timur Soekarwo, Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey, Rektor Universitas Airlangga Prof Mohammad Nasih dan sejumlah mantan Rektor Unair.