Senin 26 Nov 2018 22:49 WIB

Masyarakat KRB III Diimbau Pantau Aktivitas Merapi

Merapi memang memasuki fase erupsi magmatis sejak 11 Agustus 2018 lalu.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Dwi Murdaningsih
Puncak gunung Merapi difoto dari kawasan Wonolelo, Sawangan, Magelang, Jateng, Kamis (23/8).
Foto: Antara/Anis Efizudin
Puncak gunung Merapi difoto dari kawasan Wonolelo, Sawangan, Magelang, Jateng, Kamis (23/8).

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Gunung Merapi akhir pekan lalu baru saja mengeluarkan guguran lava pijar. Walau belum terjadi lagi, masyarakat khususnya yang berada di Kawasan Rawan Bencana (KRB) III diminta terus mengamati aktivitas Gunung Merapi.

Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi di Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Gunung (BPPTKG), Kasbani menerangkan, Merapi memang memasuki fase erupsi magmatis sejak 11 Agustus 2018 lalu.

Ini ditandai munculnya kubah lava, yang menunjukkan erupsi 2018 bersifat efusif dan sesuai skenario yang disampaikan. Yaitu, aktivitas pasca letusan 2010 akan cenderung mengikuti kronologi aktivitas paska 1872.

"Pasca letusan 1872 kubah lava baru muncul pada 1883 atau 11 tahun kemudian, sedangkan pasca 2010 kubah lava baru muncul pada tahun ini atau delapan tahun kemudian," kata Kasbani di Kantor BPPTKG Yogyakarta, Senin (26/11).

Saat ini, pemantauan visual perkembangan kubah lava dan kestabilan lereng menjadi aspek pemantauan yang krusial dan prioritas. Kubah lava sendiri muncul

tepat di tengah rekahan kubah lava 2010 dan tumbuh secara simetris.

Volume kubah per 22 November 2018 mencapai 308 ribu meter kubik, lajunya sekitar 3.000 meter kubik per hari. Seiring pertumbuhan kubah lava guguran lava mulai terjadi pada 22 Agustus 2018 yang dominan mengarah ke barat laut.

Material kubah lava saat ini sudah mencapai batas permukaan kubah lava 2010 hampir di semua arah, termasuk pada arah bukaan kawah. Ini memungkinkan guguran material kubah dapat langsung meluncur ke luar kawah seperti akhir pekan lalu.

"Teramati empat kali guguran lava mengarah ke bukaan kawah, hulu Kali Gendol, dengan jarak luncur terjauh sebesar 300 meter terjadi pada 19.05," ujar Kasbani.

Data pemantauan menunjukkan aktivitas vulkanik yang cukup tinggi, menandakan

masih berlangsungnya suplai magma. Berdasarkan laporan 16-22 November, tercatat

kegempaan 28 gempa Hembusan, dua gempa vulkanik dangkal dan dua gempa hembusan.

Ada pula dua gempa fase banyak, 261 kali gempa guguran dan 21 kali gempa low frekuensi. Jika kubah lava terus mengalami pertumbuhan, kejadian guguran lava ini akan terus terjadi dan meningkat intensitasnya.

Saat ini, intensitas guguran masih rendah dengan potensi material yang juga masih kecil, sehingga belum membahayakan penduduk. Yang perlu diwaspadai tentu jika sebagian besar volume material kubah lava saat ini runtuh.

Sebab, melihat permodelan itu, awan panas dapat meluncur ke arah Kali Gendol sejauh 2,2 kilometer. Perhitungannya berdasarkan asumsi kondisi kubah lava tidak stabil.

"Adapun saat ini kondisi kubah lava masih stabil berada tepat di tengah kawah," kata Kasbani.

Aktivitas guguran lava pada erupsi-erupsi efusif sebelumnya menjadi daya tarik

tersendiri bagi masyarakat di sekitar Gunung Merapi, terutama pada malam hari. Meski begitu, masyarakat tetap diharapkan meningkatkan kesiapsiagaannya.

Tapi, BPPTKG mengimbau masyarakat untuk tetap tenang dan beraktivitas seperti biasa. Masyarakat boleh menyaksikan aktivitas guguran lava di luar jarak bahaya yang telah ditetapkan yaitu di luar tiga kilometer dari puncak.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement