Senin 26 Nov 2018 20:37 WIB

KPK Dalami Skema Perjanjian Proyek PLTU Riau-1

KPK memeriksa lima saksi untuk mendalami skema perjanjian proyek PLTU Riau-1.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Bayu Hermawan
Juru bicara KPK Febri Diansyah
Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Juru bicara KPK Febri Diansyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kabiro Humas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengatakan, pada Senin (26/11) penyidik KPK memeriksa lima orang saksi untuk tersangka Idrus Marham dalam kasus suap proyek pembangunan PLTU Riau-1. Salah satu saksi yang diperiksa adalah Direktur Keuangan PT Pembangkit Jawa Bali Investasi ( PT. PJBI ) Amir Faisal.

Selain Amir, penyidik juga memeriksa Lusiana Ester selaku Corporate Secretary PT. PJBI, kemudian Poppy Laras Sita selaku staf anggota DPR RI, Direktur PT China Huadian Engineering Indonesia, Wang Kun dan seorang Sopir, Edy Rizal Luthan. "Pada para saksi didalami terkait skema dan proses perjanjian investasi konsorsium PLTU Riau-1 dan sebagian saksi tentang aliran dana," kata Febri dalam pesan singkatnya, Senin (26/11).

Usai menjalani pemeriksaan dengan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Direktur Keuangan PT Pembangkit Jawa Bali Investasi (PJBI), Amir Faisal mengaku dicecar terkait skema proyek pembangunan PLTU Riau-1. Diketahui, pada Senin (26/11), Amir diperiksa untuk tersangka mantan Menteri Sosial Idrus Marham.

"Ditanya sekitar 20 pertanyaan tentang prosedurnya saja, skemanya saja (proyek PLTU Riau-1)," kata Amir usai diperiksa, di Gedung KPK, Jakarta, Senin (26/11).

Saat ditanyakan lebih rinci materi pemeriksaannya kali ini, Amir langsung irit bicara. "Sama saja, semua sama aja," ucapnya,

Sebelumnya dalam persidangan, terdakwa perkara suap proyek PLTU Riau-1, Johannes B Kotjo mengungkapkan kesepakatan skema proyek tersebut. Dia mengatakan Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir menolak menggunakan sistem tender dalam pengadaan listrik di Riau.  Sofyan, kata Kotjo ingin agar proyek dikerjakan sesuai Peraturan Presiden nomor 41 tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Kelistrikan.

Kotjo sempat merasa keberatan dengan keinginan Sofyan itu. Saat menyatakan keberatan, Kotjo mengaku diancam Sofyan  tidak dilibatkan dalam proyek PLTU Riau-1. "Waktu Saya ke Beijing (temui Chec Huadian) PLN ancam kalau enggak mau, ya sudah kita cari yang lain saja," kata Kotjo dalam sidang beberapa waktu lalu.

Dari pengadilan Tipikor Jakarta, Jaksa KPK menuntut empat tahun penjara terhadap Kotjo. Selain tuntutan empat tahun penjara, terdakwa kasus suap proyek pembangunan PLTU Riau-1 itu juga dituntut membayar denda Rp 250 juta subsidair enam bulan kurungan.

Dalam surat tuntutannya, Jaksa KPK, meyakini Kotjo terbukti menyuap mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Eni Maulani Saragih dan Mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham untuk mendapatkan proyek PLTU Riau-1. 

KPK  menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus dugaan suap proyek pembangunan PLTU Riau-I, yakni bos Blackgold Natural Recourses Limited Johannes Budisutrisno Kotjo (JBK) yang sudah menjadi terdakwa, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI EniMaulani Saragih (EMS), serta mantan Menteri Sosial Idrus Marham (IM).

Eni bersama dengan Idrus diduga menerima hadiah atau janji dari Kotjo. Eni diduga menerima uang sebesar Rp6,25 miliar dari Kotjo secara bertahap. Uang itu adalah jatah Eni untuk memuluskan perusahaan Kotjo sebagai penggarap proyek PLTU Riau-I.

Penyerahan uang kepada Eni tersebut dilakukan secara bertahap dengan rincian Rp4 miliar sekitar November-Desember 2017 dan Rp2,25 miliar pada Maret-Juni 2018‎. Idrus juga dijanjikan mendapatkan jatah yang sama jika berhasil meloloskan perusahaan Kotjo.

Kotjo didakwa melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement