Senin 26 Nov 2018 14:27 WIB

Fahri Sebut Presiden Kompor, Jubir TKN: Itu Respons

Ace mengatakan pernyataan Jokowi merespons kubu sebelah yang mengompori rakyat.

Rep: Fauziah Mursid, Febrianto Adi Saputro/ Red: Ratna Puspita
Presiden Joko Widodo memperlihatkan Surat Keputusan (SK) perhutanan sosial saat menghadiri penyerahan Surat Keputusan tersebut di taman hutan wisata punti kayu Palembang, Sumatera Selatan, Ahad (25/11/2018).
Foto: Antara/Nova Wahyudi
Presiden Joko Widodo memperlihatkan Surat Keputusan (SK) perhutanan sosial saat menghadiri penyerahan Surat Keputusan tersebut di taman hutan wisata punti kayu Palembang, Sumatera Selatan, Ahad (25/11/2018).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menyebut Presiden Joko Widodo sebagai sumbu ‘kompor’ bagi masyarakat dalam menanggapi isu politik. Juru Bicara Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf, Ace Hasan Syadzily, memandang Jokowi justru menunjukan respons kubu pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno yang selalu melancarkan narasi pesimistis kepada masyarakat.

Keduanya melontarkan pendapat tersebut terkait pernyataan Presiden Joko Widodo yang berpesan agar masyarakat tidak mudah dikompori oleh hoaks dan isu negatif. "Jadi Pak Jokowi itu sumbu kompor terbesar, jadi sadari itu, jangan nggak disadari," kata Fahri di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (26/11).

Menurutnya semakin memanasnya suasana politik nasional tidak bisa dilepaskan dari kebebasan berpendapat masyarakat. Ia beranggapan setiap orang memiliki 'kompor', sehingga tidak heran setiap orang bisa saling mengompori satu sama lain, termasuk presiden.

"Karena presiden ngomong dikit aja, itu jadi diskusi nasional, ngomong sontoloyo ramai, genderuwo ramai, ngomong tabok malah jadi puisi," ujarnya.

photo
Wakil Ketua DPRD RI Fahri Hamzah

Sementara Ace mengatakan berbagai pernyataan Jokowi seperti politik genderuwo, sontoloyo merupakan respons terhadap kubu sebelah yang menampilkan pesimisme. Karena itu, pernyataan Jokowi jelas menyatakan pesan agar masyarakat jangan mudah dipanas-panasi atau 'kompor’. 

Apalagi, jika upaya memanasi itu menggunakan hoaks dan isu-isu negatif pemecah-belah persatuan bangsa. "Sekarang pertanyaannya siapa yang memulai kompor-kompor itu,  yang melempar Indonesia bubar 2030, kemudian 99 persen rakyat Indonesia hidup pas-pasan, kemudian tempe setipis ATM dan narasi-narasi pesimisme yang dillemparkan oleh sebelah," ujar Ace di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (26/11).

Menurutnya, narasi-narasi pesimistis dari kubu Prabowo-Sandiaga itu memang 'mengompori' rakyat Indonesia untuk bersikap pesimis terhadap negara. Ace mengatakan narasi itu juga membuat masyarakat ketakutan.

Karena itu, Ace melanjutkan, pasangan Jokowi-Ma'ruf selalu mengedepankan sikap optimisme. Ia menambahkan pasangan Jokowi-Ma’ruf selalu menawarkan berbagai program untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang dihadapi Indonesia.

“Kami juga tak bisa membiarkan kondisi ekonomi Indonesia dibuat sedemikian rupa penuh dengan pesimisme, penuh dengan ketidakpastian, dengan mengatakan hal-hal yang bersifat negatif terhadap Indonesia," ujar ketua DPP Partai Golkar tersebut.

photo
Ace Hasan Syadzily.

Presiden Joko Widodo berpesan kepada masyarakat agar jangan mudah dipanas-panasi 'kompor' yang menggunakan hoaks dan isu-isu negatif pemecah-belah persatuan bangsa. Hal itu ia sampaikan saat menyampaikan sambutan setelah menerima gelar adat Rajo Balaq Mangku Nagara, di Griya Agung, Palembang, Ahad pagi.

"Saya kadang-kadang geleng-geleng ini satu kampung, satu RT atau RW, tidak saling menyapa gara-gara pilihan bupati, gubernur, atau presiden. Ada majelis taklim, gara-gara pilihan presiden tidak saling menyapa," ujarnya. 

Padahal, kata Jokowi, pilihan bupati, gubernur, presiden, wali kota bukan saat ini saja. Gelaran itu berlangsung rutin setiap lima tahun itu ada. "Kita ini saudara, sebangsa, dan se-Tanah Air. Jangan lupakan itu. Ini karena banyak kompor, karena dipanas-panasi, dikompor-kompori jadi panas semuanya," kata Jokowi lagi. 

Ia berpesan agar masyarakat menggunakan hati nurani dan pendapat masing-masing serta rasional dalam menentukan pilihannya. Yang terpenting, presiden berpesan, jangan sampai terjadi gesekan. 

"Pilihan gubernur silakan pilih A, B, C, atau D kalau calonnya empat, yang bupati juga silakan pilih A, B, atau C," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement