Senin 26 Nov 2018 06:07 WIB

Ketika Arwah Khashoggi Jadi Alat Penekan Politik

Hubungan Turki-Saudi selama ini kurang harmonis terutama sejak pengangkatan MBS.

Ikhwanul Kiram Mashuri
Foto:

Yang menarik, Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, pun merasa perlu berpidato di depan anggota parlemen partainya terkait  pembunuhan Khashoggi. Dalam pidatonya, ia mendesak  agar Saudi membuka siapa yang memerintahkan pembunuhan terhadap Khashoggi.

Ia menyatakan perintah pembunuhan itu tentu dari pucuk pimpinan dalam piramida kekuasaan. Namun, Erdogan yakin ia bukan Raja Salman.

Ya, begitulah seterusnya, hingga pada titik tertentu Saudi merasa harus bertindak tegas tidak mentoleransi berbagai tuduhan yang mengaitkan pembunuhan Khashoggi dengan raja maupun putra mahkota.

Saudi, seperti dikatakan menteri luar negerinya, menganggap mengaitkan pembunuhan Khashoggi dengan putra mahkota dan raja sudah menyentuh garis merah kerajaan. ‘’Saudi tidak akan mentoleransi siapa saja yang melanggar garis merah itu.’’

Hingga kini pihak Saudi telah menahan 18 orang warganya yang ditengarai terlibat dalam pembunuhan berencana terhadap Khashoggi. Enam di antaranya telah dituntut hukuman mati dan 11 lainnya sedang dalam penyelidikan.

Sisanya menyusul kemudian. Mereka menegaskan, pembunuhan dilakukan oleh orang-orang yang salah menerjemahkan perintah atau sengaja bertindak sendiri dan tidak ada kaitan sama sekali dengan raja dan putra mahkota.

Media Saudi, al Sharq al Awsat, mempertanyaan mengapa Turki seolah ngotot ingin melibatkan sang putra mahkota dalam pembunuhan Khashoggi?  Harus diakui hubungan Turki-Saudi selama ini kurang harmonis. Terutama sejak MBS diangkat jadi putra mahkota.

Pertama, Presiden Erdogan dengan AKP-nya (Partai Keadilan dan Pembangunan) dianggap sebagai mewakili Islam politik di Timur Tengah. Islam politik yang justru dianggap membahayakan bagi keberlangsungan penguasa Arab Saudi.

Di Mesir, Islam politik diwakili oleh Ikhwanul Muslimin dan Hamas di Gaza, yang justru tidak dikehendaki oleh Saudi. Namun, justru Turki — dan juga Qatar — melindungi dua kelompok itu. Bahkan Saudi menganggap Ikhwanul Muslimin sebagai kelompok teroris.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement