Kamis 22 Nov 2018 13:02 WIB

Ketum PSI Diperiksa terkait Dugaan Penistaan Agama

Grace diminta untuk memberikan klarifikasi terkait laporan terhadap dirinya.

Rep: Umar Mukhtar, Rizky Suryarandika/ Red: Ratna Puspita
Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie
Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie memenuhi panggilan pemeriksaan di Polda Metro Jaya, Kamis (22/11). Grace diminta untuk memberikan klarifikasi terkait laporan Persudaraan Pekerja Muslim Indonesia (PPMI) atas dugaan tindak pidana penistaan agama.

Grace menyatakan, sebagai warga negara yang baik, ia tentu memenuhi undangan klarifikasi tersebut. Ia juga siap menjelaskan duduk permasalahan kepada penyidik Polda Metro Jaya soal laporan PPMI dengan kuasa hukum Eggi Sudjana.

"Kami siap mengikuti semua proses. Saya percaya pada sistem hukum di Indonesia untuk memberikan keterangan sejelas-jelasnya pada hari ini," ujar Grace dalam keterangan tertulis, Kamis (22/11).

Grace juga mengucapkan terima kasih atas dukungan berbagai pihak selama sepekan ini. Bahkan, hari ini ia didampingi oleh Forum Advokat Pengawal Pancasila (FAPP). "Mereka tidak partisan, tidak terkait PSI sama sekali, namun mereka meluangkan waktu hari ini," lanjutnya.

Soal apakah ini akan berpengaruh pada kampanye caleg dalam merebut hati para pemilih, Grace mengatakan sejak awal berdiri DNA dan platform PSI adalah anti-korupsi dan anti-intoleransi. Untuk itu, pernyataan dalam pidato HUT PSI adalah peneguhan dan penegasan sikap partai.

"Bagaimana PSI menjaga keberagaman dan berjuang melalui koridor konstitusi. Saya tidak khawatir serta percaya bahwa pemilih PSI adalah orang-orang yang menghargai perjuangan ini," kata dia.

Terpisah, pada Rabu (21/11), Direktur Program Saiful Mujani Research Center (SMRC) Sijoruddin Abbas merespons laporan terhadap Grace dengan menyatakan penolakan terhadap pandangan politik tertentu mesti disikapi secara hormat. Masyarakat dibebaskan bersikap setuju atau tidak setuju asalkan saling menghormari pilihan itu.

"Jika ada satu pihak yang tidak setuju terhadap pandangan itu, silakan saja, itu normal. Asal saling menghormati," katanya dalam diskusi di Maarif Institute, pada Rabu (21/11).

Abbas merasa apa yang dikatakan Grace sebenarnya tidak menyinggung kelompok tertentu. Menurutnya, Indonesia merupakan negara merdeka dan demokratis sehingga wajar bila ada berbeda pendapat soal sikap politik.

"Tetapi jika menjadikan itu sebagai bahan untuk kriminalisasi, itu salah besar. Kenapa harus bawa-bawa ke kepolisian, mengkriminalisasi?" ujarnya.

Abbas meyakini tak terdapat bukti penistaan agama dari apa yang disampaikan Grace soal sikap PSI  tak mendukung Perda agama yang diskriminatif. "Silakan saja berdebat, karena ini negara bebas dan demokratis. Tetapi menjadikan ini sebagai alasan untuk memaksa orang untuk satu paham mengenai perda syariah atau perda agama, itulah yang jadi kesalahan besar," tegasnya. 

Sebelumnya, pada Sabtu (17/11), Grace menyatakan menolak perda-perda religi. Ia mengatakan sikap partainya ini bukan berarti PSI anti terhadap agama. Penolakan PSI terhadap perda berbasis agama justru untuk menempatkan agama di tempat yang lebih tinggi.

Tujuannya, agar produk hukum bersifat universal dan tidak mendasar pada satu agama tertentu. "Kami ingin menempatkan agama ditempat yang tinggi karena agama itu jangan lagi dipakai sebagai alat politik," ujarnya.

Grace mengaitkan sikap PSI dengan rumusan para pendiri bangsa melalui UUD 1945 dan sila pertama pada Pancasila. Baginya, sila pertama tidak merujuk pada satu agama tertentu. Hal itu yang meyakinkan dirinya melalui PSI ingin menghapuskan dikotomi antara mayoritas dan minoritas.

"Semua agama mulia dan semua warga negara sesuai dengan konstitusi bisa menjalankan keyakinannya di manapun mereka berada. Sebagai warga negara itu posisi PSI dengan pernyataan tersebut," tegasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement