REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mendukung penuh rencana presiden Joko Widodo untuk merombak total sistem pendidikan vokasi atau SMK. Terlebih saat ini sekitar 8.200 SMK dari total 10.300 SMK di Indonesia yang tidak memiliki sarana prasana memadai, sehingga SMK tersebut hanya mencetak pengangguran semata.
Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud Hamid Muhammad mengungkapkan, faktor utama buruknya kualitas SMK karena banyak SMK yang tidak layak. Dari catatan Kemendikbud hingga akhir tahun 2017, ada sekitar 2.200 SMK yang siswanya kurang dari 60 siswa dan sekitar 6.000 SMK yang jumlah siswanya kurang dari 100.
“SMK-SMK itulah yang harus dirombak, karena sejatinya SMK itu tidak layak dijadikan lembaga pendidikan vokasi. Jadi ujungnya hanya mencetak pengangguran,” jelas Hamid kepada Republika, Rabu (21/11).
Perombakan tersebut, kata dia, bisa dilakukan dengan cara pembinaan, revitalisasi atau bahkan ditutup. Dengan harapan, mutu ribuan SMK tersebut bisa menjadi lebih baik.
Selain itu, problem lain yang mesti ditangani dengan segera yaitu minimnya guru produktif SMK. Kebutuhannya, kata Hamid, mencapai 90 ribu guru produktif SMK. Karena itu dia berharap, setelah adanya instruksi presiden untuk merombak sistem pendidikan SMK, pengadaan guru produktif untuk SMK bisa diprioritaskan.
“Seleksi CPNS kali ini juga kami buka guru produktif, tapi jumlah pastinya belum tahu pasti berapa yang diterima,” jelas Hamid.
Diketahui, Presiden Joko widodo mengungkapkan dua kunci untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan bersama di Indonesia, yakni revitalisasi pendidikan vokasi dan meningkatkan keterampilan pencari kerja. Menurut dia, kedua hal itu mesti dilakukan secara besar-besaran mulai tahun depan.